Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebebasan Berpendapat Mulai Terasa Tidak Bebas?

18 Januari 2020   10:04 Diperbarui: 18 Januari 2020   10:09 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar | Dokumen fajar.co.id


Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan. Dituduh subversif mengganggu keamanan. Maka hanya ada satu kata, Lawan!(Wiji Thukul).


Penggalan rangkaian kata kata puisi karya Wiji Thukul diatas, mengingatkan kepada kita bahwa kebebasan menyuarakan dan menyingkap kebenaran berdasar fakta adalah ungkapan jujur yang berasal dari hati dan nurani.

Sayangnya tidak semua orang ingin kebenaran diungkap ke permukaan. Kerapkali orang-orang yang anti kebenaran justru melakukan tindakan intimidasi, teror, kriminalisasi, premanisme ketika kebenaran harus terkuak.

Di Indonesia, kebebasan berpendapat seluruh warganegara sangat di jamin oleh konstitusi, namun kita justru pernah merasakan bagaimana kebebasan berpendapat ataupun menyampaikan aspirasi dibungkam habis pada masa rezim orde baru.

Media yang diharapkan dapat menjadi pilar ke empat demokrasi, ternyata saat itu justru tak berdaya melawan kekuatan rezim orde baru, sedikit saja media bersebrangan dengan rezim, bakal diobok obok, bahkan orang orang yang berkecimpung didalamnya ada yang hilang ditelan bumi.

Kondisi ini juga dialami Warganegara, tak berani bersuara sumbang terhadap rezim dan begitu sangat ketakutan karena bila sedikit saja berani berseberangan dengan rezim orde baru maka bisa bernasib sama, bakal hilang ditelan bumi.

Hilangnya Wiji Thukul seorang aktivis HAM dan Sastrawan yang dengan gagah berani tak kenal rasa takut yang selalu tampil heroik mengkritisi rezim orde baru, adalah salah satu bukti bagaimana kejamnya rezim orde baru. Begitu sulitnya saat itu kita berpendapat, begitu sulitnya media saat itu mengungkap fakta dan kebenaran.


Pasca berhasilnya reformasi, warganegara dan media merayakan euforia, suara suara kritis bebas diungkapkan warganegara, kebebasan pers semakin digjaya, marwah aspirasi seluruh warganegara kembali kepada konstitusi. Media hidup kembali dan menjadi pilar ke 4 demokrasi negara.


Namun sering waktu berjalan, rezim rezim  berganti, euforia itu perlahan kian sirna, ketika perlahan demi perlahan rezim rezim yang berkuasa mulai merasa alergi dengan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, bahkan perlahan demi perlahan mulai berlaku hingga rezim yang sekarang berkuasa.


Menurut kajian Freedom House, kebebasan berpendapat Indonesia tak pernah bebas sepenuhnya sepanjang 2015-2019. Indonesia bahkan tidak pernah mencapai angka penilaian 70 dari 100. Yang teranyar, Indonesia hanya mendapat skor 62.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun