Mohon tunggu...
Sifa Miftakhul Jannah
Sifa Miftakhul Jannah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Love your self

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenapa Harus Kreweng? Karena ....

19 Oktober 2019   02:21 Diperbarui: 7 November 2019   12:08 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah daerah Kabupaten Batang mempunyai program seperti perkumpulan Usaha Kecil Mandiri bebentuk organisasi yang anggotanya adalah para warga sekitar yang mempunyai usaha kecil untuk berjualan di Pasar Minggon Jatinan, organisasi tersebut adalah UKM Minggon Jatinan. Pasar Minggon Jatinan buka hanya setiap hari minggu pagi saja. Biasanya mulai digelar pukul 07.00 sampai pukul 10.00 WIB, yang bertempat di hutan kota rajawali.

Beberapa keunikan dari Pasar Minggon Jatinan antara lain:

            Pertama adalah dari pakaian yang dikenakan oleh para pedagangnya. Semua pedangang mengenakan pakaian tradisional Jawa. Pedangan perempuan memakai jarik batik sebagai bawahan serta baju model kutubaru yang berseragam. Untuk pedangang laki-laki, mengenakan pakaian motif lurik dan dilengkapi dengan caping yang semakin menambah kesan tradisionalnya.

dokpri
dokpri
            Keunikan yang kedua yaitu, semua makanan maupun jajanan yang dijual oleh para pedagang semuanya merupakan makanan dan jajanan tradisional, seperti gudeg, serabi, gemblong, cendol dawet , rambut nenek, dan masih banyak yang lainnya. Di Pasar Minggon Jatinan ini ada salah satu peraturan yang harus ditaati oleh para pedagangnya, yaitu harus menggunakan peralatan dagang yang ramah lingkungan, seperti daun pisang untuk membungkus makanannya serta dandang tanah liat untuk meletakkan barang dagangannya.

dokpri
dokpri
            Keunikan yang ketiga terletak pada cara pembayaran. Pembeli tidak langsung membayar menggunakan uang melainkan harus menukarkan terlebih dahulu dengan koin tradisional yang disebut kreweng. Kreweng tersebut bisa dibeli dengan harga Rp. 2000 (dua ribu rupiah) per koinnya yang dijual oleh anggota atau panitia dari Pasar Minggonan itu sendiri. Lalu bagaimana dengan omset atau keuntungan para pedagangnya?. Setiap pedagang bisa menukarkan semua kreweng yang diperoleh dari hasil berjualan itu kepada panitia dalam bentuk uang, dan akan dikenakan pajak sebesar 15%. Hal ini juga dikatakan oleh salah satu pedagang yang bernama ibu Wati "krewengnya nanti ditukar dengan uang tapi dipotong untuk pajak 15%".

dokpri
dokpri
            Setelah mengetahui segala keunikannya, lantas bagaimanakah sebenarnya hukumnya menurut pandangan ekonomi islam mengenai penggunaan koin kreweng sebagai alat pembayaran di Pasar Minggon Jatinan?. Seperti yang dituliskan oleh Abdul Rahman dalam bukunya yang berjudul Fikih Muamalat, untuk melihat keabsahan dalam jual beli harus memenuhi beberapa syarat terkait harga, diantaranya seperti: harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad, dan nilai tukar dilakukan bukan untuk barang yang diharamkan. Dalam hal ini, kreweng menjadi sah apabila disetujui oleh pihak-pihak yang terlibat transaksi. Adapun penjual dan pembeli di Pasar Minggon Jatinan Batang ini sepakat akan penggunaan kreweng dengan harga per kreweng Rp. 2000 (dua ribu rupiah), karena pada dasarnya kreweng ini hanyalah sebagai alat konversi saja, tidak ada penambahan ataupun pengurangan nilai, sehingga tidak merugikan kedua belah pihak. Misalnya, harga wajik klethek adalah 2 koin kreweng (senilai dengan Rp. 4000) dan harga rambut nenek adalah 1 koin kreweng (senilai dengan Rp. 2000).

dokpri
dokpri
            Justru dengan adanya penggunaan kreweng ini menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri. Banyak masyarakat sekitar Batang yang penasaran untuk datang ke Pasar Minggon Jatinan. Hal ini tentu sangat berpengaruh untuk pedagang untuk meningkatkan omset mereka di Pasar Minggon Jatinan. Di samping itu, Pasar Minggon Jatinan juga sebagai wisata dengan halal tourism yang terintegrasi dengan adanya mushola dan berbasis syariah, yang dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan oleh pedagangnya yang menggunakan jilbab serta menurup aurat dan juga menyajikan makanan-makanan yang halal. Hal ini bertujuan untuk menjaga budaya ketimuran yang halal dan thoyib. Destinasi ini juga sangat cocok untuk yang ingin bernostalgia dengan makanan dan jajanan masa kecil yang sudah jarang ditemukan sekarang ini.  

Disusun oleh:

  • Dina Chafida                                  (201901030007)
  • Sifa Miftakhul Jannah               (201901030013)
  • Muchammad Arif Rahman      (201901030021)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun