Mohon tunggu...
siddowayoha
siddowayoha Mohon Tunggu... Ilmuwan - Adalah penulis lepas Tinggal di pati buminya Para Mina , pensiunan dan tani

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pespektif Hukum Hak Atas Tanah (HAT)

31 Juli 2021   14:43 Diperbarui: 31 Juli 2021   17:10 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 BrantasMedia.ID _ ddf-Opini ,25/07/2010, Pati ,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, pada Pasal 33 ayat (3), mengatur bahwa,"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."Salah satu yang dimanfaatkan untuk dikuasai oleh negara, berdasar ketentuan tersebut adalah bumi dan pembahasan mengenai hal ini tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai tanah, mengingat tanah merupakan bagian permukaan bumi sebagaimana yang diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Lebih dari itu, pembahasan berkaitan dengan tanah juga menjadi hal yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, karena tanah tidak hanya memberi fungsi ekonomis dan politis, namun juga menjadi simbol kehormatan, harga diri, dan identitas, bahkan selain pegertian secara fisik, tanah juga menjadi arena tempat di atasnya diadakan berbagai hubungan dan kontestasi dilakukan.

Makna dari "penguasaan oleh negara" sebagaimana tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PUU-I/2003 meliputi 5 (lima) aspek, yaitu mengadakan kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) yang kesemuanya dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ukuran dari makna "penguasaan oleh negara" tersebut secara konsisten diterapkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk menguji berbagai undang-undang sektor sumber daya alam, diantaranya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 021-022/PUU- I/2003, 058-059-060-063/PUU-II/2004,  008/PUU-III/2005, dan 85/PUU-XI/2013.

"Sesuai dengan konstruksi Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa penguasaan tanah oleh negara dimanifestasikan dengan menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tanah", jelas Andi Maulana, Konsultan Bidang Tata Pemerintahan dan Kebijakan Publik RI.

Andi  maulana  juga menambahkan bahwa   adanya "Penerbitan peraturan  perundang-undangan dan kaidah lainnya yang di subtitusikan ini dapat dikategorikan sebagai pelaksanaan aspek regelendaad sebagai salah satu cakupan dari interpretasi", makna "dikuasi oleh negara". Penerbitan peraturan perundang-undangan ini juga menjadi ciri khas Indonesia dalam membangun sistem hukum, mengingat Indonesia merupakan negara dengan sistem civil law. Peraturan perundang-undangan yang diterbitkan dan dimaksudkan untuk menjadi pokok dari pengaturan mengenai pertanahan adalah UUPA, yang diundangkan pada 24 September 1960. UUPA diundangkan untuk mencabut hukum tanah peninggalan Kolonial Belanda dan secara bersamaan dimaksudkan juga sebagai permulaan membangun hukum tanah nasional.

Seiring berjalannya waktu, UUPA dipandang tidak cukup mengatur permasalahan pertanahan, oleh karenanya diterbitkan banyak peraturan-peraturan yang tidak jarang justru substansinya saling berbenturan satu dengan lainnya.
Hak Pengelolaan muncul karena diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kebijakan selanjutnya.

Pemanfaatan Barang Milik Negara  diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara. Kedua konsep hukum ini diatur dalam bentuk produk hukum yang setingkat, yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Peraturan Menteri Keuangan, yang kedua urusan kementerian tersebut adalah dua bagian penting dari administrasi negara. Bahwa ada dua bagian penting dari hukum administrasi negara, yaitu bagian administrasi negara di lapangan keuangan negara (administrasi keuangan negara) dan bagian administrasi negara di lapangan agraria (administrasi agraria).

Berdasarkan pendapat dafi Andi tersebut yang merupakan Koordinator Satuan Tugas GN-PK Provinsi Jawa Tengah, maka meninjau kembali eksitensi kedua konsep hukum tersebut adalah penting dilakukan, mengingat kedudukan kedua kementerian yang sangat penting dalam administrasi negara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun