"Kenapa sih hidup ini kayak sinetron? Hari ini dipuji, besok dicaci. Hari ini sukses, besok gagal."
Itu keluhan Lita ke sahabatnya, Rio, saat nongkrong di warung kopi. Ia baru aja kehilangan proyek besar yang selama ini dia andalkan.
Rio tersenyum. "Wajar, Lit. Hidup memang penuh naik turun. Ada senang, ada sedih. Ada untung, ada rugi. Ada orang yang muji, ada yang nyinyir. Kita nggak bisa ngatur semuanya."
Lita menarik napas. "Iya sih... tapi gimana caranya biar nggak baper?"
Rio menatapnya. "Kuncinya belajar nerima dan seimbang. Senang ya disyukuri, sedih ya dijalani. Untung jangan terlalu euforia, rugi jangan terlalu drama. Pujian nggak usah dibawa terbang, kritik juga nggak usah dibawa jatuh."
Lita mulai manggut-manggut. "Jadi bukan tentang menghindari masalah ya?"
"Bukan," jawab Rio. "Masalah pasti datang. Tapi kita bisa ngatur cara kita bereaksi. Kayak naik perahu, ombaknya nggak bisa kita berhentiin, tapi kita bisa belajar mendayung supaya tetap stabil."
Sejak percakapan itu, Lita mulai mencoba lebih santai. Dia tetap kerja, tetap berusaha, tetap berambisi---tapi nggak terlalu ngoyo. Pujian nggak bikin dia besar kepala, kritik nggak bikin dia down. Hidup jadi terasa lebih ringan.
Pesan untuk Kita
Hidup selalu punya dua sisi: untung-rugi, pujian-celaan, senang-susah. Itu normal. Kita nggak bisa menghindari, tapi bisa belajar menghadapi dengan tenang.
Kuncinya: sadar, nerima, dan seimbang. Dengan begitu drama hidup nggak lagi bikin stres, tapi malah jadi pelajaran.