1Eka Nor Shoviana, 2Muhammad Nofan Zulfahmi
Pelestarian yaitu upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan keberagaman yang terkandung dalam nilai budaya. Pelestarian sejarah dan tokoh desa Rengging merupakan peran yang krusial untuk membentuk identitas dan karakter bagi generasi muda. Dengan mengenal sejarah dan tokoh-tokoh berjasa di desa Rengging siswa dapat mempunyai rasa bangga terhadap asal-usul desa Rengging dan menghargai warisan budaya yang diwariskan oleh para leluhur desa. Tokoh-tokoh di desa dapat menjadi panutan dan inspirasi untuk mengajarkan nilai-nilai luhur seperti integritas, kerja keras, dan gotong-royong (Hidayah & Ryolita. 2024).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada pasal 85 pemerintah mengatur daerah harus melibatkan masyarakat dan melibatkan lembaga pendidikan dalam melestarikan cagar budaya dan sejarah, jadi dapat diartikan sebagai kewajiban untuk mengajarkan siswa tentang sejarah lokal, termasuk tokoh-tokoh bersejarah dari desa. Secara umum sejarah lokal merupakan proses perkembangan aktivitas manusia pada suatu lokal tertentu. Pengertian sejarah lokal adalah bidang sejarah yang bersifat geografis yang mendasar pada unit kecil disuatu daerah. Sejarah lokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penilaian sejarah dengan lingkup yang terbatas, jadi terbatasnya lingkup terutama dengan unsur wilayahnya. Sejarah lokal mempunyai arti khusus, yaitu sejarah yang terjadi dalam lokalitas adalah bagian dari unit sejarah bangsa atau negara (Hatmono, 2021).
Desa Rengging secara geografis bertempat disebuah pedesaan. Desa Rengging terletak di kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara, yang dahulunya merupakan sebuah desa yang dipenuhi dengan pepohonan, persawahan, dan perkebunan. Masyarakat desa Rengging ini mayoritasnya bekerja sebagai industri kayu (meubel), pedagang, peternak, dan petani. Namun seiring dengan perkembangan zaman semua keadaan desa ini lama- kelamaan mengalami perubahan. Terdapat banyak lahan yang dibangun untuk perumahan.
Upaya pelestarian sejarah dan tokoh-tokoh di desa Rengging menjadi suatu hal yang penting agar generasi muda khususnya di kalangan siswa sekolah dasar dapat memahami asal-usul dan nilai-nilai yang diwariskan. Dengan memahami sejarah dan tokoh desa, siswa mampu meningkatkan rasa bangga dan kecintaan terhadap daerahnya. Integrasi pelestarian sejarah dan tokoh desa Rengging dalam pembelajaran di sekolah dasar dapat dilakukan menggunakan pendekatan pembelajaran konseptual. Tujuan dari pelestarian sejarah adalah supaya nilai-nilai sejarah, identitas budaya, dan pembelajaran di masa lalu tetap hidup dan dapat dilestarikan di kehidupan masyrakat modern (Anggraeni, dkk. 2022).
Beberapa tokoh desa Rengging mengatakan sejarah desa Rengging pada zaman dahulu, terdapat seorang musafir yang singgah di desa Rengging sebelum desa Rengging ini dibangun. Musafir ini beristirahat di makam yang menjadi ikon desa Rengging, yaitu makam Mbah Breo. Menurut Pak Harno (selaku carik di desa Rengging) musafir yang beristirahat di makam Mbah Breo ini beliau merasa kesakitan di kakinya, seperti kesemutan, yang biasa disebut dalam bahasa jawa "gringgingen" kemudian dari rasa sakit yang dirasakan, desa ini dinamakan desa Rengging. Namun terdapat pendapat lain yang berasal dari juru kunci ke-7 desa Rengging yang bernama bapak Yatin beliau mengatakan bahwa seorang musafir yang beristirahat merupakan pejuang 45 yang dikejar-kejar oleh belanda. Kemudian berhenti di desa Rengging, dan duduk bersama istrinya.
Makam mbah Breo di desa Rengging merupakan salah satu ikon yang bersejarah dan memiliki nilai budaya spiritual. Sebagai tempat peristirahatan seorang tokoh yang dihormati dan disegani oleh masyarakat setempat. Makam ini tidak hanya menjadi situs sejarah bagi masyarakat sekitar, akan tetapi menjadi saksi bisu perjalanan sejarah desa Rengging. Mbah Breo dikenal sebagai salah satu tokoh yang berperan penting dalam pembentukan nama atau identitas desa, beserta konstribusinya terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu makam ini memiliki makna yang mendalam, tidak hanya sebagai tempat penghormatan, namun juga sebagai warisan sejarah yang perlu dijaga dan dilestarikan oleh generasi muda terutama siswa (Aryasahab. 2024).
Upaya pelestariaan makam Mbah Breo bagi siswa dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan, seperti kegiatan edukatif yang melibatkan siswa secara aktif dalam menjaga warisan budaya lokal. Dengan cara tersebut guru dapat mengintegrasikan sejarah Mbah Breo dalam materi pembelajaran di sekolah, terutama dalam mata pelajaran sejarah lokal atau IPS. Guru dapat menyajikan kisah Mbah Breo sebagai cerita inspiratif yang mengajarkan nilai kepemimpinan, dan berkonstribusi terhadap masyarakat. Selain itu siswa juga dapat mengadakan kunjungan ke tempat tersebut dengan dampingan oleh guru. Sebagai bagian dari program pembelajan di luar kelas, jika jarak tempuh dari SD ke makam Mbah Breo dirasa dekat. Disana siswa dapat belajar tentang pentingnya situs bersejarah, dan dapat memotivasi siswa agar lebih mengenal dan mencintai sejarah lokal mereka. Dalam pembelajaran sejarah terutama bagi siswa sekolah dasar, pendekatan kontekstual sangatlah penting. Teori CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat menjadikan pembelajaran yang lebih bermakna apabila siswa dapat menghubungkan materi yang dipelajari di kehidupan nyata. Teori CTL dikembangkan oleh Johnson, yang menekankan bahwa pembelajaran harus melibatkan pengalaman nyata, relevan dengan kehidupan siswa. Dalam konteks sejarah, siswa dapat mengaitkan peristiwa-peristiwa sejarah dengan lingkungan siswa agar dapat menciptakan pemahaman secara mendalam. Untuk pembelajran sejarah lokal siswa dapat berkunjung langsung dengan di dampingi oleh guru ke situs ersejarah di desa Rengging (Rahmawati, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, dkk. 2022. Musik Oklin Bojonegoro dalam Kajian Etnomusikologi sebagai Upaya Pelestarian Budaya. Jurnal Seni dan Budaya. Vol 6 (1).
Aryasahab, Dhoni Frizky. 2024. Sejarah Lokah Indonesia. Guepedia The Frist On-Publisher in Indonesia.