Mohon tunggu...
SholikulHadi Spd
SholikulHadi Spd Mohon Tunggu... Jurnalis - saya adalah penulis lapas untuk sosial masyarakatan dan pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meninjau Akrobat Inisiasi Institusi Pendidikan sebagai Penjara?

2 Januari 2020   14:51 Diperbarui: 2 Januari 2020   15:15 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koleksi eko kintokoKusomo ( red) Fotografi shared

Apakah strategi pendidikan kita  salah arah, Strategi beradaptasi itu terus berkembang hingga selalu menemukan cara ungkap yang juga selalu adaptif. Satu contoh yang menurut saya sangat orisinal yang kemudian menjadi properti tuturan kolektif masyarakat jawa di jaman now adalah:

"Yen kuat dilakoni yen ora kuat ditinggal ngopi." Orang jawa itu menantang hidup melalui kepasifan penerimaannya. Untuk itu tak perlu heran jika orang jawa sanggup memaklumi kelaliman penguasanya dengan tawa, dan jika sudah gak kuat, mereka akan memilih membabat sesamanya, dan sang penguasa jawa selalu memilih diam saja.

Di film Sang Pencerah, ada satu adegan kiai Dahlanyang  keluar rumah denga melangkahkan kaki kanannya dulu.  di film itu rupanya tidak  saja hanya cukup mengenal ajaran agama, tidak tau dia bahwa dalam Islam mengajarkan  keluar rumah pendiri langkahkan kaki yg kiri dulu, barulah masuk rumah pake kaki yang kanan. 

Betapa penalaran kolektif Organisasi besar ini sangat applous dengan kemasyarakatan sehingga bagi yang pemikirannya baru bergolak dan baru simpang siur tanpa memahami secara mendalam  sejarah berdirinya Muhammadiyah, bisa jadi asalah comot dan ambil pusing dengan  kamuflase yang dijelaskan dalam friksi di filam sejarah ini.  

Kita seringkali diwarnai oleh kesulitan antara memahami sososk dan ajaran Muhammadiyah ditengah masyarakat  seperti memisahkan mutiara dari pasirnya, atau memisahkan pohon dari hutannya. 

Di mata kebanyakan kita, semua yang berlumur pasir selalu dianggap sebagai kotoran, sama seperti halnya setiap pohon pastilah dianggap sama dengan  watak rimbanya. 

Pendidikan salah arah sudah seperti urap sambal tersai, arah kebijakan pendidikan yang mualai tidak jelas, kapitalisasi pendidikan , perusahaan pendidikan, Institusi pemeras siswa dan wali siswa, apalagi pola hafalan yang lagi disoal oleh menterii nadim makarim. ya toh leh. .

Penalaran semacam itu tentu saja bermasalah.  Dan adanya penalaran semacam itu juga yang dulu pernah merisaukan Daoed Joesoef  saat ia menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 

Misalnya, dulu sering berpidato bahwa mahasiswa mestinya menjadi " man of analysis" dan bukan "man of public meeting" . Sebab, hanya seorang analitis sajalah memang yang akan bisa memisahkan mutiara dari pasirnya, serta bisa mengenali karakter setiap pohon satu per satu, tak disamaratakan sebagaimana rimbanya yang menakutkan. 

Ya dunia Pendidikan selama ini memiliki hukum Rimba yang sangat menakutkan aturannya  ( Sholikul hadi _ pengamat pendidikan , mamntan guru Di MA S PPKP darul Ma'la winong Pati 1995-2013 , berhenti karena banyak aktivitas diluar sehingga tak ada waktu mengajar lagi, tinggal di pati jawa Tengah.

ddkte( dokpri)
ddkte( dokpri)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun