Mohon tunggu...
Sholahuddin Al Fatih
Sholahuddin Al Fatih Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Penulis, Public Speaker

Menulis adalah seni bercerita dan merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Berjiwa Besar Menerima Hasil Pilkada

19 Februari 2021   17:26 Diperbarui: 19 Februari 2021   17:29 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan Kepala Daerah (selanjutnya disebut Pilkada) serentak tahun 2020 telah usai. Serangkaian proses Pilkada, yang seharusnya sudah digelar sejak bulan September lalu, terpaksa mundur karena pandemi Covid-19. Meskipun sempat muncul kekhawatiran akan munculnya klaster baru transmisi Covid-19 karena penyelenggaraan Pilkada, sejauh ini kekhawatiran tersebut belum dan semoga tidak terbukti. Yang justru terbukti adalah kebiasaan para paslon dan partai pengusung, saling klaim kemenangan begitu coblosan selesai. Masing-masing tim merasa menang, selebrasi dan menyelenggarakan konferensi press. Di beberapa daerah di Jawa Timur, saling klaim kemenangan itu terjadi, misalnya di Gresik, Sidoarjo, bahkan di Kabupaten Malang juga.

            Fenomena tersebut lazim dan sangat umum ditemui dalam setiap kontestasi. Kita tentu tak akan lupa dengan klaim Prabowo di dua periode Pemilihan Presiden (Pilpres). Ternyata hal yang sama juga terjadi di Amerika Serikat, dimana Trump juga mengklaim kemenangannya atas Joe Biden. Negara yang konon disebut-sebut sebagai pengkespor demokrasi, ternyata juga mempertontonkan demokrasi model saling klaim kemenangan. Sebenarnya hal itu wajar saja terjadi. Namun akan menjadi tidak wajar jika diiringi dengan tindakan anarkis, menolak hasil penetapan paslon terpilih oleh penyelenggara pemilu dan aksi-aksi tidak simpatik lainnya. Tentu, kebiasaan tersebut bukan kebiasaan yang baik bagi seorang negarawan. Sebab negarawan sejati akan dengan lapang adad atau legawa menerima hasil yang ada.

            Beberapa tokoh mencontohkan hal tersebut. Misalnya yang pernah dilakukan oleh paslon Sudrajat-Syaikhu di Pilkada Jawa Barat. Walaupun PKS sebagai petahana, dengan lapang dada mengakui kekalahannya atas paslon Ridwan Kamil-Uu Ruhzanul. Begitu juga yang dipertontonkan oleh Mulyadi, yang memberikan selamat kepada paslon yang unggul dalam Quick Count Pilgub Sumbar, Mahyeldi-Audy. Atau yang dilakukan oleh Azizah Ma'ruf Amin di Pilkada Tangsel, yang mengakui kekalahannya dari paslon Benyamin-Pilar. Sikap seperti itu, harusnya di pupuk oleh para politikus kita. Bukan sikap pongah dan arogan menolak hasil dan mengklaim kemenangan. Sebab pasca kontestasi, paslon terpilih butuh bekerja keras untuk merealisasikan janji-jani politik mereka. Dan paslon yang tidak terpilih, seyogyanya bisa ikut dalam merealisasikan janji-janji politik tersebut atau sebagai penyeimbang dengan berada pada posisi oposisi.

            Hukum memang memberikan ruang untuk membuktikan klaim kemenangan para paslon tersebut. Jika ditemukan bukti yang kuat terjadinya kecurangan atau pelanggaran, para paslon bisa mengajukan gugatan melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang digawangi oleh Bawaslu. Sehingga, tidak perlu terjadi aksi anarkisme dalam menolak hasil pemilu. Atau jika memang data di internal juga menunjukkan bahwa paslon yang diusung kalah dalam kontestasi, maka sebaiknya mengakui saja kekalahan tersebut. Sikap yang demikian lebih terpuji dan menunjukkan karakter negarawan sejati. Disinilah, karakter legawa menjadi kunci. Legawa berarti siap menerima semua hasil yang ada, tanpa perlu sakit hati, siap kalah dan siap menang. Sebab, sekali lagi perlu ditekankan, banyak hal yang harus dikerjakan pasca penetapan paslon terpilih, yang hal tersebut membutuhkan kolaborasi dari beragam pihak dan elemen masyarakat.

            Menang tak boleh jumawa, kalah harus legawa. Sikap batin seorang negarawan sejati senantiasa bisa memposisikan diri untuk siap menerima keadaan yang ada. Menang berarti siap melaksanakan amanah untuk emmbangun wilayahnya. Kalah berarti harus bisa introspeksi diri, legawa dan turut serta dalam pembangunan. Bukan justru malah menjadi toksik yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tebar fitnah sana sini, memupuk konflik horisontal. Beragam tugas pembangunan, tentu tak bisa diselesaikan hanya dengan iri hati dan saling dengki. Butuh legawa menerima agar bisa membangun wilayahnya pasca Pilkada. Butuh ijtihad politik dan tabayyun untuk mencari solusi terbaik agar bisa saling bersama bergandengan tangan menyelesaikan tugas di masing-masing wilayah.

            Di Kabupaten Malang misalnya, Pekerjaan Rumah (PR) sangat banyak yang harus di selesaikan pasca Pilkada. Terutama berkaitan dengan perbaikan infrastruktur, yang paling menonjol jalan raya. Jalan raya menjadi akses utama untuk menghubungkan daerah-daerah di wilayah Kabupaten Malang dan menyambung koneksi dengan wilayah di sekitarnya, seperti Kota Malang dan Kota Batu. Jangan sampai ada kesan, perbedaan yang mencolok antara jalan raya di wilayah Malang Kota maupun Kota Batu dengan Kabupaten Malang. Bupati dan Wakil Bupati terpilih harus melakukan inspeksi langsung untuk mengatasi kesenjangan ini. Misalnya saja jalan di perbatasan Desa Tegalweru dan Genting-Lowokwaru, terlihat sangat nyata lubang menganga dimana-mana, aspal sudah terkelupas, licin karena hujan untuk wilayah Kabupaten Malang. Hal itu berbanding terbalik dengan wilayah Kota Malang, dimana jalan di aspal cukup tebal, Penerangan Jalan Umum (PJU) juga terpasang sangat terang di malam hari.

            Infrastruktur tersebut hanyalah satu PR diantara banyaknya PR yang ada, misalnya pengembangan KEK Singosari, Moda Transportasi Terintegrasi, Pengembangan Wisata di Malang Selatan dan cukup banyak lagi. PR tersebut akan lebih baik lagi jika mengajak paslon yang gagal terpilih untuk kolaborasi. Melalui kolaborasi, diharapkan akan muncul rasa legawa dan memupuk bibit negarawan dalam diri. Tidak ada musuh yang abadi, semuanya bisa menjadi kawan ketika ego diri telah pergi. Begitulah seharusnya nilai yang tertanam dalam hati para paslon agar bisa berkolaborasi. Sebab para paslon adalah figur terbaik yang dimiliki oleh Kabupaten Malang, yang bisa membangun kabupaten Malang menjadi lebih baik lagi esok hari. Semoga, semangat sikap legawa menerima hasil Pilkada, juga menular dan menyebar ke seluruh daerah di Indonesia. Semangat kolaborasi, membangun daerah untuk Indonesia Maju, gemah ripah loh jinawi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun