Mohon tunggu...
Siti Shoimatul Azizah
Siti Shoimatul Azizah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Simple women

Just simple women but have many aspirations, Its okay to not be okay, fighting !!

Selanjutnya

Tutup

Money

Civitas Akademika dan Halal Lifestyle

17 September 2020   11:00 Diperbarui: 17 September 2020   11:05 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Civitas akademika hari ini tentu memiliki banyak peran dalam dal meneguhkan halal lifestyle untuk di era seperti sekarang ini,karena perguruan tinggi didirikan tidak lain yaitu untuk memperbaiki kondisi masyarakat menjadi lebih baik. Jika dalam dunia pendidikan diharapkan guna untuk memperbaiki kurikulum yang terkoneksi dengan kebutuhan masyarakat, dalam hal penelitian di harapkan mampu menghasilkan hasil penelitian yang mempu menjawab kebutuhan masyarakat, sedangkan dalam pengabdian kepada masyarakat diharapkan mampu menjadi penggerak dan inisiator masyarakat untuk kegiatan ekonomi, sosial, budaya dalam peningkatan kesejahteraan.

Halal lifestyle saata ini sudah bukan lagi hanya sekedar gaya hidup, mengapa? Karena semakin meningkatnya populasi Muslim di seluruh dunia, merupakan pasar yang sangat menjanjikan bagi industri halal dari hulu hingga hilir. Perekonomian halal yang berkelanjutan dapat dikembangkan melalui sektor pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kuliner, fashion, farmasi, media, kosmetik, pariwisata, pendidiakn, ibadah Umroh, zakat atau sedekah, hingga preferensi keuangan syariah bahkan rumah sakit serta kegiatan sehari-hari lainnya. Kesadaran umat Islam untuk memiliki gaya hidup halal harus diikuti dengan kesadaran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai syariat Islam, sehingga memberi peluang bisnis dan kehidupan yang baik bagi Muslim dan menguatkan perekonomian muslim.

Di Indonesia, label-label halal sekarang tidak hanya diberikan pada produk makanan dan minuman saja, tetapi juga kosmetik, obat-obatan, penyembelihan hewan, dan barang gunaan seperti peralatan rumah tangga, serta proses transaksi perbankan maupun non-perbankan. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi halal lifestyle di Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk berkembang.

Halal di Indonesia di awalai pada tahun 1988, pada waktu itu Prof. Dr. Tri Susanto, M.App,Sc dari Universitas Brawijaya menemukan produk turunan dari Babi seperti gelatin maupun lemak babi dalam makanan dan minuman yang menjadi masalah nasional, penjualan produk memiliki penurunan sebesar 20-30% karena hal tersebut, dan pada tahun 1989 Majelis Ulama Indonesia (MUI) memecahkan masalah tersebut dengan mendirikan lembaga untuk studi tentang makanan dan obat-obatan yang dikenal LPPOM-MUI, dan akhiranya ada sertifikasi halal bersifat sukarela, pada tahun 2001 terjadi skandal Ajinomoto, pada tahun 2019 PP No 31 Tahun 2019 disahkan, kemudian diikuti oleh PMA No. 26 tahun 2019, dan pada tahun 2019 tepatnya pada tanggal 17 Oktober di wajibkan untuk sertifikasi Halal (Pasal 4, UU No 33 Tahun 2014) hingga sekarang.

Badan penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) merupakan salah satu unsur pendukung di Kementrian Agama RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama yang bertugas melaksanakan penyelengggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berikut merupakan wewenang dari BPJPH dalam UU No 33 Tahun 2014 Pasal 6: 1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, 2. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH, 3. Menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk, 4. Melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri, 5. Melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal, 6. Melakukan akreditasi terhadap LPH, 7. Melakukan registrasi auditor halal, 8. Melakukan pengawasan terhadap JPH, 9. Melakukan pembinaan auditor halal, dan 10. Melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

Bagaimana jika kita hendak mendapatkan sertifikasi halal produk usaha kita dari MUI? Berikut merupakan tata cara atau alur  memperoleh sertifikasi Halal yaitu: 1) Permohonan, oleh pelaku usaha untuk mengajukan permohonan sertifikasi halal, 2) Pemeriksaan, oleh BPJPH melakukan pemeriksaan dokumen bpermohonan (maksimal 10 hari kerja), dan permohonan melengkapi kekurangan dokumen (maksimal 5 hari kerja), 3) Penetapan, oleh BPJPH, yaitu menetapkan LPH berdasarkan pilihan pemohon (maksimal 5 hari kerja), 4) Pengujian, oleh Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH), LPH ini merupakan lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan atau pengujian terhadap kehalalan produk, LPH dapat dilakukan oleh Instansi pemerintah, Universitas atau Yayasan Islam (40-60 hari kerja), 5) Pengecekan, oleh BPJPH yakni menerima dan memverifikasi dokumen hasil pemeriksaan dan pengujian LPH (5 hari kerja), 6) Fatwa, oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yakni menyelenggarakan sidang fatwa halal dan menerbitkan keputusan penetapan kehalalan produk. 7) Penerbitan, oleh BPJPH, yakni menerbitkan sertifikat berdasarkan keputusan penetapan kehalalan produk yang ditetapkan oleh MUI.

Dengan adanya label halal pada suatu produk bisnis, tentu menjadi nilai kepercayaan tersendiri dalam sudut pandang masyarakat, yang akan membuat Brand Image serta Brand Loyalty yang cukup apik di mata masyarakat luas dan pastinya sangat baik untuk kemajuan bisnis sekarang dan masa mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun