Mohon tunggu...
Shofiatun Kholilah
Shofiatun Kholilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa D3 Keperawatan Universitas Airlangga 2021

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minimalisme: Lifestyle yang Bisa Kamu Terapkan untuk Melawan Konsumerisme

10 Juni 2022   20:59 Diperbarui: 10 Juni 2022   21:16 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Setiap manusia tidak bisa terlepas dari materi yang berwujud barang. Seiring dengan adanya perkembangan teknologi manusia semakin mudah  mendapatkan  berbagai  macam  barang  yang  dibutuhkan. Bahkan di masa sekarang kita tidak perlu pergi keluar untuk mendapatkan barang yang diinginkan. 

Banyak dari e-commerce yang menawarkan barang yang kualitasnya sama namun harganya lebih murah dari pasar sehingga menarik kita untuk membeli dari e-commerce bukan dari pasar. 

Selain harga yang lebih murah, kita bisa lebih menghemat energi dan waktu. Harga yang lebih murah, metode pembayaran yang praktis, waktu pembelian yang fleksibel, Hal-hal ini dapat mendorong kita untuk menerapkan perilaku konsumerisme. 

Membeli banyak barang yang kita inginkan, namun pada akhirnya barang itu tak berguna karena barang yang kita beli bukanlah barang yang sebenarnya kita butuhkan. Saat ini perilaku konsumerisme sudah menjadi budaya di masyarakat. Untuk melawan konsumerisme salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah menerapkan gaya hidup minimalisme.

Apa sih gaya hidup minimalisme itu? Gaya hidup minimalisme adalah adalah  gaya  hidup  bebas  konsumerisme  yang tahu persis hal-hal apa saja yang penting serta berguna bagi dirinya dan hanya hidup dengan barang seminim mungkin. 

Minimalisme adalah salah satu bentuk spesifik dalam Voluntary Simplicity. Istilah minimalisme sendiri secara ontologi berakar dari seorang teologis sekaligus filsuf romantisisme dari Jerman, F. Schleiermacher. 

Konsep "small is beautifull" yang hadir sebagai sebuah pandangan hidup yang dilandasi ide "..that we enjoy a sort of immediate intuition or feeling of God" yang kemudian dirangkum dalam speeches to its cultural despisers (1799) sebagai kritik terhadap kehidupan koruptif serta kultur berlebihan kaum borjuis.

Seseorang yang menjalani hidup dengan Voluntary Simplicity mencukupi kebutuhannya sesederhana dan setepat mungkin, meminimalkan pengeluaran untuk barang  dan  jasa  konsumen,  dan  menghabiskan  banyak  waktu  dan  energi  untuk mengejar sumber  kepuasan  dan  makna  non-materialistis. 

Mereka  lebih  berfokus  terhadap  hal-hal  lain  yang  tidak berhubungan  dengan uang  ataupun  kekayaan,  seperti  keterlibatan  sosial  dalam masyarakat, menghabiskan waktu dengan keluarga, proyek artistik atau intelektual, pekerjaan  yang  lebih  memuaskan,  partisipasi  politik,  kehidupan  berkelanjutan, eksplorasi spiritual, membaca, relaksasi, cinta, dan sebagainya. 

Hal ini didasari pada asumsi mereka bahwa dengan Voluntary Simplicity, manusia dapat  menjalani hidup  yang  bermakna,  bebas,  bahagia,  dan  beragam,  tanpa melakukan  konsumsi  yang  berlebihan  dan  merusak  alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun