Mohon tunggu...
Shesar
Shesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuja Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Money

Bapak Dahlan Iskan, Jangan 'Bersihkan' Pedagang Asongan...

30 Desember 2011   07:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:34 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pejuang kehidupan... (sumber : paguyubancirex.blogspot.com)

Bapak Dahlan Iskan yang terhormat, surat ini saya tulis karena saya merasa prihatin dengan nasib para pedagang asongan yang kabarnya tidak akan lagi diperbolehkan berjualan di kereta api terhitung sejak 2012, beberapa hari lagi. Saya menujukan surat ini untuk Bapak karena Bapak kini menjabat Menteri BUMN, dan saya yakin Bapak paham betul bagaimana susahnya hidup sebagai wong cilik, merujuk perjalanan hidup Bapak semasa kanak-kanak.

Saya menulis surat ini sebagai seorang mahasiswa yang sudah cukup sering memanfaatkan jasa kereta api, khususnya kelas ekonomi. Terkait klaim PT KAI yang beralasan bahwa pelarangan adanya pedagang asongan di kereta api ditujukan untuk kenyamanan dan keamanan penumpang, dengan jujur dan berani saya menolak keras alasan itu.

Selama lebih dari setahun terakhir menjadi penumpang kereta api ekonomi, tak pernah sekalipun saya merasa terganggu dengan keberadaan mereka. Sebaliknya, saya justru merasa terbantu. Terkadang dagangan yang mereka bawa sangat membantu, misal saat saya haus dan stasiun berikutnya masih jauh, atau saat lapar dan tidak mungkin mampir di stasiun untuk sekedar makan. Bisa-bisa nanti saya ditinggal kereta.

Yang justru membuat saya tak nyaman adalah semasa belum adanya penghapusan toleransi kelebihan penumpang. Saat itu, penumpang dijubel seenak udel ke dalam gerbong kereta. Ada yang terpaksa duduk di lorong, selonjoran di bawah kursi, bahkan nongkrong di toilet! Saya sendiri pernah terpaksa berdiri selama perjalanan Jogja – Garut karena tak ada lagi tempat kosong, bahkan untuk sekedar selonjoran. Padahal sama-sama beli tiket!

Kemarin, saat tidak ada lagi toleransi kelebihan penumpang, keadaan dalam gerbong kereta jadi jauh lebih nyaman karena semua penumpang mendapat tempat duduk. Ada banyak pedagang asongan berseliweran, dan jika bapak bertanya apakah mereka membuat saya tak nyaman, maka saya dengan tegas menjawab : TIDAK!

Kenapa tidak? Karena mereka menjual dagangan yang terkadang diperlukan oleh penumpang, misalnya mie instan dalam gelas, air mineral, plester luka, atau kopi. Pernah satu kali maag saya nyaris kambuh, dan saya betul-betul tertolong saat ada pedagang asongan lewat menawarkan nasi ayam seharga lima ribu saja. Sekali lagi saya bilang, saya tertolong Bapak Dahlan Iskan. Ada juga momen lucu  dari seorang pedagang kopi yang masih saya ingat betul,

“Kurangin tidur, banyakin ngopi biar seger. Orang pinter banyak ngopi, kurangin tidur.”

Saya dan beberapa penumpang lain senyum-senyum sendiri mendengar itu. Hiburan gratis loh Pak Dahlan!

Saya pernah ngobrol dengan beberapa pedagang asongan itu Pak. Katanya, masing-masing kelompok pedagang punya area penjualan yang terbatas, jadi sudah ada kesepakatan tentang stasiun mulai dan stasiun akhir tempat mereka boleh berjualan. Sebagai contoh, pedagang dari stasiun Kiaracondong (Bandung) diharuskan turun maksimal di stasiun CIbatu (Garut). Jadi tak mungkin mereka menumpang kereta dengan maksud turun di kota tujuan, misal dari Bandung turun di Jogja buat pulang kampung, karena nanti pasti akan ditegur atau malah bertengkar dengan pedagang lain.

Bapak Dahlan Iskan, bagi saya mereka adalah pejuang kehidupan. Mereka menghabiskan malam hanya untuk menjemput rejeki mereka di gerbong-gerbong kereta api yang lewat. Mereka menolak menerima profesi sebagai pengemis, preman, atau maling. Mereka memilih berdagang dengan jujur bin halal.

[caption id="" align="aligncenter" width="443" caption="Sang pejuang kehidupan... (sumber : paguyubancirex.blogspot.com)"][/caption]

Tegakah Bapak melihat seorang ibu-ibu separuh baya bergigi ompong yang setiap tengah malam harus tetap melek, berteriak lantang, “Lanting, lanting... rasa bawang, gurih, pedes”, kehilangan sumber pendapatannya? Anak-anaknya harus kehilangan porsi makanannya?

Demi kemanusiaan, demi perekonomian wong cilik, dan demi Indonesia, saya memohon agar Bapak Dahlan Iskan mau merenungkan sejenak nasib mereka jika peraturan itu betul-betul diberlakukan. Matur nuwun.

NB : Kepada Kompasiana saya mohon agar surat ini bisa diusahakan sampai kepada Bapak Dahlan Iskan, terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun