Mohon tunggu...
dhita shelvinugrahani
dhita shelvinugrahani Mohon Tunggu... Administrasi - selalu tertarik dengan obrolan buku

terus menulis dengan apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Dramatisir Sertifikasi Perkawinan

19 November 2019   14:08 Diperbarui: 19 November 2019   14:25 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wacana yang diungkap Menko PMK Muhadjir tentang sertifikasi perkawinan menjadi kabar yang dibumbui dramatis dan sedikit horor untuk kalangan anak muda. Sehingga dibeberapa media muncul judul bergenre Sulitnya Menikah. Paradigm pemikiran tersebut tentunya berbeda tinggal siapa object pelontar pendapat.

Respon tersebut sebagai bukti keikutsertaaan masyarakat mengamini tujuan dari rencana pemberlakukan sertifikasi perkawinan. Salah satunya adalah mewujudkan keluarga nahagia dan sejahtera korelasinya terhadap turunnya angka penceraian. Pendidikan berkeluaga menjadi hal yang penting untuk menyiapkan mental menjadi pelaku masyarakat sepenuhnya. Berproses, berdampingan serta memilih problem solving dalam keluarga dan lingkungan.

Dalam prakteknya tentu para calon manten akan mendapatkan jatah kwality time untuk mendalami pengetahuan berkeluarga. Dapat dibayangkan akan ada beberapa jadwal yang ditetapkan pemerintah untuk membuka pelatihan khusus tersebut, pemuda single akan berbondong seperti pada pendaftran CPNS dan pelatihan dilakukan dikota masing-masing dengan kuota tertentu. 

Bukan hanya calon penganten, bahkan jomblo mungkin dapat mengikuti karena hasil pelatihan tidak ada tanggal kadaluarsa. Sehingga hasil sertifikasi menjadi salah satu komponen persyaratan daftar di KUA, dapat berupa sertifikat atau mungkin electronic card.

Bukan tidak mungkin ke depan akan ada terobosan baru, hal ini dikarenakan perkembangan jaman dan tekhnologi. Pemuda single yang menilai perkawinan dipersulit dengan sertifikasi tersebut dapat sedikit meletakkan beban, tentunya pemerintah akan mengemas materi pendidikan berkeluarga ini dengan pelatihan mearik, sama seperti pelatihan kerja yang lain. 

Namun demikian pemerintah sebagai penyedia layanan tentu harus bekerja extra. Bagaimana mengemas wacana ini menjadi kerja nyata, bertujuan pasti serta mencapai misi sehingga akan tepat sasaran dan konsisten.

Hal serupa telah dilakukan di beberapa kota, seperti halnya di Pacitan, dengan istilan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) yang dilakukan Kemenang serta pelaku perkawinan pelat merah yang lain. Dilakukan lebih dari 25 kali dalam 1 tahun dan diikuti oleh ratusan calon pengantin dan  pemuda single.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun