Mohon tunggu...
Shazia Aura Fathraya
Shazia Aura Fathraya Mohon Tunggu... Lainnya - Murid

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Euforia Belanja Online, Sumber Kebahagiaan Baru?

24 September 2021   09:45 Diperbarui: 24 September 2021   09:48 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi Covid-19 telah membuat perbedaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengendalikan penyebaran wabah, pemerintah di beberapa negara telah membatasi aktivitas secara fisik di luar, seperti berolahraga, berbelanja, atau bertemu teman dan keluarga. Salah satu perubahan yang cukup besar terkait dengan pandemi saat ini adalah peningkatan tren belanja online. 

Setiap orang memiliki pengalaman dan perilaku berbeda dalam kegiatan belanja online. Beberapa di antaranya dapat menentukan prioritas secara bijak, namun sering kali juga saya melihat orang-orang di sekitar saya membeli barang-barang di pasar online yang bersifat rekreasional saja atau untuk kesenangan sesaat. Perilaku tersebut menurut saya, dapat menimbulkan efek berbahaya bagi seseorang, terutama jika dilakukan secara berlebihan yang pada akhirnya memberi dampak terhadap kesehatan mental dan dampak terhadap kesejahteraan finansial.

Penyebab Belanja Online

Sebuah studi oleh Toita Perea y Monsuw, Benedict G.C. Dellaert dan Ko de Ruyter (2019) mengungkapkan bahwa ada berbagai hal yang mendorong orang untuk berbelanja online. Kenyamanan dalam berbelanja online adalah salah satu alasan yang membuat cara berbelanja ini dipilih.  Dengan berbelanja online, orang cukup menggunakan perangkat komputer atau ponsel pintar mereka, membuka aplikasi pasar online, dan membeli barang yang diinginkan sehingga tidak perlu mempersiapkan diri dan pergi ke suatu tempat untuk berbelanja.  

Selain faktor kenyamanan, dengan berbelanja online orang bisa memastikan ketersediaan barang di beberapa toko online hanya dengan mengaksesnya tepat di ujung jari tanpa harus mengunjunginya. Ditambah sebagian besar toko online memberikan rincian karakteristik produk, sementara karyawan yang bekerja di toko mungkin tidak sepenuhnya memahami dan/atau menghafal karakteristik produk tersebut. 

Alasan lain mengapa orang memilih untuk berbelanja online adalah karena mereka merasa lebih percaya dengan metode belanja tersebut. Sebagai contohnya adalah orang tua saya. Sebelum pandemi, salah satu alasan mengapa mereka jarang berbelanja online karena mereka tidak terlalu percaya pada pasar online dan takut ditipu. Namun sejak pandemi, banyak teman mereka yang berbagi pengalaman positif dari berbelanja online. Hal ini mendorong orang tua saya berbelanja online di beberapa platform yang lebih terpercaya.

Peningkatan Belanja Online Selama Pandemi

Sebuah studi oleh Kok Wei Khong yang dirilis pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa fitur iklan online memang memberikan pengaruh positif pada niat untuk membeli. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa iklan bergambar menghasilkan pengaruh tertinggi pada niat beli konsumen. 

Faktor-faktor yang disebutkan di atas semuanya menyebabkan peningkatan belanja online, tetapi seberapa besar peningkatannya? Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengeluarkan statistik yang menyatakan bahwa belanja online meningkat 400% sejak pandemi virus corona (CNN Indonesia, 2020). Sebuah organisasi bernama Snapcart memeriksa platform yang digunakan orang untuk berbelanja online selama pandemi. Dari 1000 orang yang disurvei di seluruh tanah air, mereka menemukan bahwa 66% sering menggunakan Shopee, 16% menggunakan Tokopedia, 12% menggunakan Lazada, 4% menggunakan Bukalapak, diikuti oleh platform lain seperti Blibli, JD.ID, Akulaku, OLX dan Sociolla (Snapcart, 2020).

Belanja online juga berdampak pada kesehatan mental. Pada beberapa orang, belanja online ditemukan dapat menstimulasi pelepasan dopamin, dengan cara yang sama layaknya obat-obatan adiktif seperti kokain, opiat, dan nikotin (Hartson, 2012). Sepintas, membeli barang sepertinya lebih aman daripada mengonsumsi obat-obatan, tetapi, berbelanja terlalu banyak menyebabkan masalah tersendiri. Ada hubungan erat antara kecanduan dan kesehatan mental. Orang-orang yang hidup dengan kecanduan belanja online memiliki risiko lebih besar mengalami depresi dan kecemasan (Cassiobury Court, n.d.). Ketika kecanduan berkembang, masalah keuangan menjadi salah satu faktor yang juga menyebabkan gejala depresi dan kecemasan yang mengarah pada perilaku-perilaku tidak sehat lainnya (Cassiobury Court, n.d.).

Dapat saya simpulkan bahwa dengan meningkatnya orang berbelanja online, didukung oleh faktor kenyamanan, kemudahan, dan banyaknya iklan yang menarik minat calon pembeli, membuat cara berbelanja ini menjadi salah satu hiburan di masa pandemi. Untuk beberapa orang, membeli barang memberikan kepuasan tersendiri. Perasaan euforia ditambah dengan kemudahan belanja online dapat menyebabkan munculnya kecanduan yang memiliki efek negatif terhadap kesehatan mental dan kondisi finansial. Pada akhirnya, penting untuk setiap orang menentukan prioritas kebutuhan dan bukan sekadar keinginan. Kesenangan sesaat ketika berbelanja online tidak menjamin kebahagiaan jangka panjang bagi diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun