Mohon tunggu...
Shabirin Arga
Shabirin Arga Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis, Pengamat Sosial dan Politik

Penulis Muda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memotret 2 Persoalan Pendidikan Indonesia, Orientasi dan Literasi

10 Juli 2022   10:53 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:38 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memotret indeks pendidikan Indonesia dalam sebuah diagram, sangat memperhatikan posisinya sebagai salah satu negara  dengan penduduk terbesar di dunia. Dari sana kita bisa menyimpulkan seberapa besar produktifitas manusia Indonesia saat ini.

Pendidikan adalah tulang punggungnhnya sebuah bangsa dan negara. Pendidikan adalah wajah peradaban suatu kaum, semakin terdidik maka semakin efektif dan produktif. Bangsa produktif akan terus melahirkan karya-karya fonemal untuk menjawab kebutuhan umat manusia. Itulah yang menjadi alasan kaisar Hirohito pasca hancur leburnya Jepang pada perang dunia ke-II, yang pertama kali ia tanyakan adalah berapa jumlah guru yang tersisa?

Menurut sebuah pendapat bahwa jumlah guru yang tersisa pada saat itu kurang lebih 45.000 guru saja. Kaisar Hirohito dengan penuh harapan mengatakan kepada seluruh pasukan dan juga rakyat Jepang bahwa kepada gurulah sekarang mereka akan bertumpu untuk bangkit mengejar ketertinggalan, bukan kepada kekuatan pasukan militer.

Begitu juga sebaliknya, kalau sistem pendidikannya hancur, maka hancurlah generasinya. Inilah yang menjadi persoalan fundamental dalam tubuh bangsa Indonesia  saat ini, namun ada banyak yang tidak menyadarinya inti dari persoalan pendidikan Indonesia, bahwa Indonesia masih jauh dari kematangan konsep atau sistem pendidikan dan distribusi infrastruktur yang belum merata.

Pada kesempatan ini, saya ingin berfokus pada orientasi, yang menjadi bagian sub penting dalam sistem pendidikan. Kalau dianlogikan sistem pendidikan adalah desainnya sebuah rumah, maka orientasi akan menjawab kenapa desain seperti itu yang akan dibangun dan dibutuhkan oleh para penghuninya. Sederhananya orientasi akan menentukan bentuk manusia Indonesia ke depan.

Orientasi ini kerap kali saya asessment di beberapa kelas mahasiswa, terlebih mahasiswa baru yang pertama kali mendapatkan materi perkulihan saya. Saya mengawali dengan  memberikan satu pertanyaan kepada mahasiswa. Apa niat atau tujuan anda kuliah dan mengapa anda memilih jurusan yang telah anda pilih? Saya tidak mendengarkan jawaban melain tentang pekerjaan dan uang. Tentu motif atau orientasi tersebut terbentuk dari percakapan lingkungan sosialnya, seperti keluarga dan ditempat dimana ia tumbuh.

Maka wajar jika sistem pendidikan Indonesia hanya melahirkan manusia yang berbasis pada gelar bukan pada pengetahuan. Secara tidak langsung motif merusak kecintaannya pada ilmu dan penguasaan dibidang yang ia tekuni menjadi tidak maksimal. Tidak jarang saya menemukan orang-orang yang menuntaskan studinya dengan menggunakan jasa orang lain, dengan alasan agar cepat lulus dan menyandang gelar. Gelar tersebut akan dipromosikan ke beberapa perusahaan untuk mendapatkan bekerja.

Mindset dan motif ini harus diperbaiki, ini akan mendegradasi ilmu pengetahuan manusia. Seharusnya seseorang itu punya orientasi belajar di bangku sekolah dan perguruan tinggi menjadi orang yang berilmu, pekerjaan dan uang itu hanya dampak dan bonus dari ilmu seseorang. Artinya setiap individu harus punya tanggung jawab terhadap kapasitas keilmuan melalui gelar yang ia peroleh, tidak sekedar mengabdikan dirinya pada lembaga yang kemudian menjadi rutinitas tanpa inovasi.

Dalam terminologi Islam orientasi atau motif disebut juga dengan niat. Sekuat apa niat suatu individu maka sekuat itu juga tekad seseorang pada ilmu pengetahuan. Itulah yang menjadi alasan setiap perbuatan diawali dengan niat dan niatnya juga akan dimintai pertanggungjawabannya.  Mulai saat ini, dialog pasca ruang akademik dalam lingkungan sosial harus diawali dengan pertanyan peran yang akan dilakukan, seperti apa dan bagaimana tentang keilmuan yang akan dipertanggungjawabkan.

Kedua, mengenai literasi. Budaya literasi yang telah hilang dari dunia pendidikan. Salah satu jawaban kenapa indek pendidikan Indonesia rendah adalah rendahnya tingkat daya baca masyarakat Indonesia. Faktanya peringkat daya baca Indonesia di dunia mentok di ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Mengutip juga sebuah survei yang digelar sepanjang Oktober-November 2021 tersebut, indeks minat baca dan indeks kegemaran membaca warga berada di nilai 74,54 dan 79,37 (skala penilaian 0-100). Hasil ini cukup mengejutkan mengingat Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat literasi rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun