Indonesia bukanlah tempat yang ramah bagi penderita penyakit mental. Orang-orang yang memiliki masalah kesehatan mental sering kali didiskreditkan dari lingkungan sosial, pekerjaan, bahkan di dalam lingkungan keluarga.
Tenaga psikolog dan psikiater di Indonesia juga masih sangat kurang. Bukan tentang kualitas, tapi pada kuantitas/jumlah. Bahkan tenaga profesionalnya terpusat di kota-kota besar saja. Hal ini membuat orang-orang dari daerah di luar kota metropolitan tidak mampu menjangkau bantuan untuk berkonsultasi.
Jumlah tenaga psikolog dan psikiater yang masih sedikit ini adalah alasan mengapa jasa konsultasi masih sangat mahal. Hal ini dikarenakan masih eksklusifnya tenaga psikolog dan psikiater.Â
Perumpamaannya seperti handphone. Dulu produsennya hanya beberapa saja, sehingga handphone menjadi barang yang tersier pada saat itu. Kini dengan banyaknya produsen, persaingan membuat banyak harga handphone menjadi murah.Â
Bayangkan saja sekelas handphone polyponik belasan tahun yang lalu harganya di atas Rp 1 juta. Kini dengan Rp 1 juta kita sudah bisa membeli handphone yang canggih.
Perbandingannya nilai Rp 1 juta belasan tahun yang lalu, dengan Rp 1 juta saat ini saja sangat jauh. Bila tenaga psikolog dan psikiater meningkat, maka harga jasa konsultasi juga akan menjadi lebih murah karena sudah mulai luntur eksklusifnya.
Tren Mengidap Gangguan Kesehatan Mental
Belakangan isu kesehatan mental ramai dibicarakan di media sosial. Sejumlah orang membuka suara dengan kondisi kesehatan mentalnya yang bermasalah, yang kebanyakan adalah pengidap bipolar.
Hal ini membuat isu kesehatan mental bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk dibahas di Indonesia, terkhusus kalangan pengguna media sosial dan masyarakat urban.
Sayangnya, hal ini justru dianggap sebagai tren. Banyak orang yang dengan gamblangnya mengklaim dirinya mengalami gangguan kesehatan mental. Dengan mudah mendiagnosis dirinya mengidap bipolar hanya karena mengalami perubahan emosi yang mendadak, padahal hanya sedang mood swing saja.
Kita tidak bisa menyebut diri kita mengidap gangguan kesehatan mental hanya berdasarkan klaim sendiri. Orang dapat dikatakan mengidap gangguan kesehatan mental setelah mendapat diagnosis dari psikolog atau psikiater.