Mohon tunggu...
Servinus Bidangan
Servinus Bidangan Mohon Tunggu... Lainnya - Literasi Fiksi/nonfiksi

Membacalah seperti tak mengetahui apa-apa, dan menulislah seperti ingin memberitahu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Energi adalah Topik yang Kurang Populer Namun Penting

25 Februari 2021   12:34 Diperbarui: 25 Februari 2021   12:41 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum masuk ke pembahasan, penulis akan memberikan jawaban untuk beberapa pertanyaan tentang mengapa penulis tetap konsisten membahas topik energi dalam beberapa tulisan sebelumnya dan tulisan yang akan datang, padahal topik energi tidak populer. Mengapa ?

Pertama, kurangnya referensi yang berimbang dikalangan para jurnalis dan media interaktif dalam menyikapi masalah energi. Banyak hal yang ingin pribadi penulis ungkapkan sewaktu berita-berita tentang persoalan Energi dibahas oleh media informasi, seperti memuji dan sepakat dengan kebijakan pemerintah terkait masalah energi, yang jika kita cermati mulai dari judul kebijakan hingga kesimpulan, justru perlu untuk dievaluasi dan seakan terlalu dipaksakan jika mendengar jawaban mereka.

Kedua, masyarakat digital (netijen yang terhormat) perlu paham dan mengerti tentang implikasi dari persoalan energi dalam skala nasional dan berlangsung dalam jangka panjang. Apa saja yang menjadi latar belakang masalah tentang energi kita dalam studi literatur ataupun studi lapangan lengkap dengan data jika memang diperlukan secara akademis. Karna hal itu merupakan tanggung jawab moral penulis dalam Pengabdian kepada masyarakat base of Tri dharma Perguruan Tinggi.

Ketiga, dunia akademisi seperti sedang tidur dalam literasi panjangnya menyikapi masalah ini, bukan tidak aktif, tetapi kurang begitu aktif, padahal hal ini sangat perlu untuk dilakukan checks and balances, 20 Tahun dari sekarang, bukan mereka yang mengambil kebijakan hari ini yang merasakan dampaknya karena mereka tentunya sudah tidak ada jika perhitugan biologis menjadi acuan, melainkan kita generasi saat ini yang sedang tidur dalam literasinya yang akan merasakan dampak dari kebijakan ini. Aturan yang penulis maksud sudah dibahas pada 4 tulisan sebelumnya, tentang deregulasi aturan terutama pada sektor energi.

Keempat, beban moral dalam aksiologis ilmu pengetahuan terasa begitu berat jika penulis membiarkan percakapan didunia akademisi kampus tidak tersalurkan sebagai upaya untuk memberikan State of the art dari masalah energi itu sendiri. Paling tidak 4 jawaban ini bisa rekan-rekan kompasiener memahaminya dalam kompas literatur yang berbanding lurus dengan pemberitaan dewasa ini.

Beberapa tahun kedepan, kita tidak lagi atau bahkan sulit untuk melihat gas LPG dijual di toko-toko terdekat, dan berganti dengan syngas dari batubara, yang secara teknis dan ekonomi menguntungkan dalam waktu singkat, tetapi dalam jangka waktu panjang, banyak masalah yang ditimbulkan dan jauh lebih mahal biaya untuk perbaikannya. Terutama efek limbah B3 dan juga bekas lubang galian tambang batubara yang semakin hari semakin banyak dengan perluasan izin (IUP) mengacu pada aturan UU Minerba yang baru dalam susunan OMNIBUS LAW itu.

Penulis tidak memposisikan diri dalam hal mendukung atau tidak, karena tugas akademisi adalah Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, bukan pengabdian kepada pemerintah yang setiap 5 tahun berulang tahun. Dan jika evaluasi kebijakan datang dari kalangan akademisi, justru itu menandakan bahwa fungsionalitas dari dunia Pendidikan benar-benar terwujud, kebebasan dalam mimbar akademis sangat terasa dan tidak dibelenggu oleh karena persoalan yang berusaha untuk menciptakan polemik yang membingungkan semua kalangan. Kita seharusnya patut bersyukur jika evaluasi datang dari dunia pendidikan, bukan datang dari dunia buzzer yang setiap saat, setiap waktu sangat memuji kliennya.

Dibeberapa media sosial, penulis tidak seserius ini dalam menyikapi topik energi karena begitu sensitif mereka yang beranggapan pemerintah adalah kunci jawaban, tidak pernah salah. Situasi terparah menurut hemat saya, jika hal ini terus dibiarkan tanpa ada perbandingan literatur yang koheren dan komprehensip terhadap topik ini. Dan penulis lebih percaya dan meyakini bahwa kompasianer lebih dewasa dan terbuka dalam literasi, oleh sebab itu penulis tetap konsisten dengan topik ini, dan juga selaras dengan background pendidikan penulis, khususnya energi.

Terakhir, terkadang saat jurnal terpublikasi di kampus, penulis merasa bahwa, setiap topik yang berhubungan dengan hasil penelitian dalam bentuk karya non fiksi atau ilmiah itu juga perlu tercatat dalam literasi yang lebih terbuka dan berimbang agar masukan dan upaya untuk evaluasi suatu hasil dapat lebih optimal dalam efektivitasnya untuk memberikan gambaran yang lebih luas. Jika itu hanya berakhir pada repository kampus, penulis merasa literasi itu kurang jika hanya berupa sajian akademis saja, lebih dari itu tentu sangat dibutuhkan untuk mengetahui respon publik dalam menyikapi persoalan ini, dalam bentuk sekecil apapun itu, terlebih lagi upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tersajikan dalam aktualisasi rekan-rekan kompasianer, semua itu adalah kesempatan yang diberikan oleh kompasiana, terima kasih sudah membuka ruang atau flatform digital yang menarik untuk mengisi kekosongan literasi terutama tentang energi dan pemanfaatannya.

Salam Literasi,

Servinus

Kampus 2 Universitas Udayana, Jimbaran-Bali

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun