Mohon tunggu...
Nature

Pertanian Ramah Lingkungan dalam Perspektif Islam

7 Januari 2019   13:00 Diperbarui: 7 Januari 2019   13:43 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Manusia serta seluruh makhluk hidup di bumi hanya bisa makan dari apa-apa yang tumbuh atau keluar dari bumi. Allah sebagai maha pemberi rezeki menurunkan air yang membawa banyak kebaikan dan manfaat dari langit, lalu menumbuhkan, dengan air itu, kebun-kebun yang mempunyai pohon-pohonan, bunga-bungaan dan buah-buahan. Dan menumbuhkan biji tumbuhan yang dituai dan berkesinambungan. Allah SWT berfirman :

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. (QS. Qaf [50]:9)

Manusia mengemban tanggung jawab sebagai khalifatullah fil ardh untuk memakmurkan bumi dan segala isinya. Namun, realitas yang menyedihkan pada saat ini bahwa kita dalam bahaya menuju kebinasaan akibat kurangnya tanggung jawab kita dalam membangun kerja bersama alam secara sunatullah. Masih sedikit yang menyadari bahwa produktivitas dan aktifitas manusia sangat bergantung pada layanan keanekaragaman hayati dan ekosistem. 

Allah memberikan pahala bagi usaha yang menumbuhkan dari sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh makhluk, tentunya dilakukan tanpa kezaliman. Karena kezaliman ini dapat menyebabkan ekosistem tidak berfungsi dengan baik, yang akhirnya kelangkaan sumber daya yang menimbulkan gangguan sosial dan ekonomi berupa kurangnya bahan pendukung kehidupan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas lahan sawah dan tegal menurun pada 2013. Padahal pertambahan penduduk Indonesia adalah sebesar 1,5% per tahun, maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030 adalah sekitar 320 juta jiwa. Akibat peningkatan jumlah penduduk, target produksi bahan pangan sangat tinggi serta sulitnya penyediaan lahan baru untuk pertanian mendorong manusia melakukan segala upaya untuk memenuhi kecukupan pangan. 

Oleh karena itu, konsep pertanian yang menggunakan produk-produk perusahaan bioteknologi seperti bibit yang telah dimodifikasi secara genetika (Genetically Modified Organisms, GMO) serta bahan agrokimia termasuk pupuk, pestisida, fungisida dan herbisida merupakan input utama sistem usahatani konvensional.

Bibit rekayasa genetika atau GMO diperoleh dengan menggabungkan DNA dari spesies yang berbeda, bahkan menggabungkan gen hewan dengan hewan lainnya dan bisa gen manusia; gen bakteri dengan gen tanaman, sehingga menciptakan hewan atau tanaman jenis baru yang tidak mungkin terjadi di alam atau melalui persilangan secara tradisional. 

Benih tanaman dan ternak GMO mengundang risiko terjadinya pencemaran genetika akibat penyerbukan antara tanaman GMO dan tanaman non GMO di lokasi pertanian. Selain itu, benih tanaman GMO yang tersebar ke alam liar juga mengundang keresahan serupa. Fenomena ini disebut dengan kontaminasi benih. Sebagian besar proses penyerbukan terjadi oleh angin dan serangga yang tidak mampu dikendalikan secara penuh oleh manusia. 

Penggunaan produk-produk rekayasa yang tidak terkendali menjadi salah satu penyebab degradasi lahan, keracunan tanaman dan biota air serta terjadinya kerusakan lingkungan. Tentu hasil dari pertanian ini menjadi makanan yang tidak thayyib karena menimbulkan kemudharatan pada makhluk Allah lainnya baik saat ini maupun jangka panjang. Apabila kita tidak melakukan perbaikan, maka kita akan masuk ke dalam kebinasaan.

Lantas apa solusinya? solusi yang terbaik adalah bertani tanpa ketergantungan pada industri bioteknologi berupa benih GMO dan agrokimia. Sebagai ganti bioteknologi buatan manusia, kita menggunakan bioteknologi yang telah disediakan alam yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu dengan cara membangun sistem pertanian ramah lingkungan yang bekerjasama dengan seluruh makhluk yang diciptakan Allah yang sudah tersedia di alam. Pertanian ramah lingkungan adalah suatu desain pertanian dengan memperhatikan pemeliharaan ekosistem dengan membangun kerja bersama alam secara sunatullah, bukan melawannya atau merusaknya sehingga pertanian lebih produktif dengan tetap menjaga sinergi keanekaragaman hayati. Allah berfirman:

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. ('Ali `Imran[3]:191).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun