Mohon tunggu...
Septiandra
Septiandra Mohon Tunggu... Wakil Pialang PT. Millennium Penata Futures -

Hanya pembaca biasa yang mencoba untuk ikut bersuara... Maksud saya, ikut menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Abu-abu Itu Salah?

28 Maret 2016   13:22 Diperbarui: 28 Maret 2016   13:40 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://bangkitwibisono.com"][/caption]Dari sekian banyak warna yang memiliki makna dalam kehidupan kita, hitam dan putih lah yang menurut saya paling sering digunakan untuk memaknai kehidupan manusia. Hitam mewakili hal-hal yang negatif; kotor, buruk, gelap, sesat, dan sebagainya. Sementara putih mewakili hal-hal yang positif; suci, indah, terang, bersih, dan sebagainya.

Masing-masing dari kita tentunya memiliki pilihan untuk memihak, baik itu kepada si hitam maupun si putih. Semua sebenarnya tergantung sudut pandang dari masing-masing pihak, siapa itu yang hitam dan siapa itu yang putih. Tidaklah mutlak, hitam itu lantas selalu sebagai pihak yang salah, sementara putih benar.

Bisa kita ambil contohnya: Jika di lihat dari sisi hukum yang berlaku serta hak si pemilik suatu benda, maka bisa kita simpulkan bersama kalau yang disebut ‘maling’ itu tentunya kita beri warna hitam. Siapakah si putih? Tentunya pihak yang berlawanan dengan si hitam, yaitu penegak hukum dan pemilik benda. Salahkah si hitam? Ya, jika melihat hukum yang berlaku dan perasaan si pemilik benda.

Bagaimana jika ceritanya ditambahkan dengan beberapa fakta, misalnya: si maling adalah wanita yang tua renta, cacat, tunawisma, sebatang kara, tidak memiliki harta, setengah waras, dan amat kelaparan. Si maling mencuri ayam karena sudah sangat terdesak dengan rasa lapar. Ayam yang dicuri oleh si maling adalah ayam yang kebetulan berada di luar pekarangan rumah si pemiliknya.

Sebagian orang tentunya akan merubah penilaian mereka terhadap ‘maling’ itu tadi. Setidak-tidaknya, jika pada awalnya Anda menilai bahwa ‘maling’ tersebut harus dihukum seberat mungkin, maka setelah membaca atau melihat fakta tambahannya Anda akan memohon agar hukuman untuknya dikurangi bahkan diampuni.

Mungkin, jika kita hanya melihat fakta di paragraf ke-3, gambaran kita atas nama ‘maling’ itu tadi adalah orang yang masih cukup sehat dan tidak memiliki kepentingan apapun kecuali mendapatkan uang yang bisa diperolehnya dari hasil menjual kembali barang curiannya. Ketika ditambahkan fakta di paragraf ke-4, setidak-tidaknya ada di antara kita yang tiba-tiba merasa iba. 

Terlepas dari kenyataan, bahwa mencuri tetaplah hitam, perbuatan negatif yang memiliki konsekuensi hukum. Bagaimana dengan penegak hukum, pemilik ayam, dan mereka yang tetap ngotot bahwa si hitam bersalah dan harus dihukum sepadan dengan perbuatannya meski mengetahui fakta di paragraf ke-4? Tetap putih kah?

Saya ingin mengenalkan posisi saya pribadi, yakni abu-abu. Ya, saya tidak berada di pihak putih maupun hitam. Saya menyadari bahwa pilihan saya mungkin dapat dikategorikan sebagai pilihan pengecut, karena saya tidak berani menyatakan keberpihakan saya kepada yang benar atau yang salah. Pertanyaan saya hanyalah: Salahkah saya jika saya memilih warna abu-abu? Ingat, ini hanya pertanyaan retoris. Ada baiknya Anda menyimpan jawabannya untuk diri Anda sendiri. Jika Anda ingin membaginya di sini, maka saya tentunya akan senang sekali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun