Mohon tunggu...
Semino Gelumbur
Semino Gelumbur Mohon Tunggu... Dosen - Tutor ESL dan Pragmatik

Pemerhati wacana ideologis dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Wacana Rindu Order Baru, Prabowo Mengulang Kesalahan Yang Sama

14 Desember 2018   19:15 Diperbarui: 14 Desember 2018   19:26 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oder Baru dianggap daya tarik yang akan bisa mendongkrak suara untuk Prabowo. Satu hal, kejayaan yang telah dicapai order baru memang menjadi kenangan tersendiri bagi rakyat terutama soal sandang pangan yang murah. Juga menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan oleh para elit order baru saat stabilitas keamanan terawat dengan baik sehingga seluruh rakyat bisa hidup dengan tenang tanpa ada gontok gontokan antar kelompok di hampir sebagian besar wilayah Indonesia. Selain itu, pengikut dan pengagum order baru amat sangat besar jumlahnya. Bukti, partai besar order baru yaitu Golkar tetap besar. Namun, karisma bisa lebih menentukan dari pada itu.

Saya hanya berusaha melihat dari perspektif identitas ideologis untuk melihat peta pendukung atas dasar karisma tokoh, dan kelemahan strategi politik identitas yang dilakukan oleh kubu Prabowo.

Prabowo pernah memanfaatkan nama Soeharto untuk meraup suara pengikut order-baru pada pilpress 2014, dan terbukti kalah karena ada faktor lain yang lebih kuat. Apa? Dan, mengapa harus mengulang hal yang sama walau dengan men-subtitusi nama Soeharto dengan sistem bangunan beliau yang bernama Order-Baru? Semua orang tahu, order-baru sama dengan Soeharto.

Karisma ibarat Warna

Karisma tokoh nasional bisa menggeret ke mana suara akan mengalir. Tokoh nasional yang mendapatkan gelar Bapak Bangsa adalah representasi dari para pengikut dan pengagumnya karena itu selalu diangkat dalam wacana politik. Karisma terbangun oleh dan terletak pada pengikutnya (Nye, 2008). Atas dasar itu, PDIP terus memanggul figur dan ide ide Soekarno. Pecinta dan pengagum order baru memikul dhuwur Soeharto atas prestasi besar beliau. NU akan selalu menggendong figur dan pikiran-pikiran Gus Dur. Ibarat warna, Soekarno pewarna merah, Soeharto pewarna kuning, dan Gus Dur pewarna hijau.

Suara merah akan berkumpul ke tokoh merah, suara kuning cenderung berkumpul ke tokoh kuning. Pada pilpres 2014 seluruh titik atau suara warna merah akan mengalir ke calon yang diusung PDIP berkat karisma Bung Karno. Strategi perjuangan partai PDIP tidak untuk mempengaruhi orang orang yang hatinya sudah berwarna merah melainkan menarik warna lain untuk menjadi warna merah atau bersahabat dengan warna merah. Karena itu tokoh yang diusung bukan benar benar aktivis atau asli kader PDIP dengan harapan yang bukan merah akan menjadi merah atau minimal mau berteman.

Sebaliknya, Prabowo hendak menobatkan Pak Harto sebagai pahlawan nasional dengan harapan untuk menampung aliran suara besar pengikut Soeharto saja atau titik-titik warna kuning untuk Prabowo. Masalahnya lebih kurang menguntungkan, sesama kuning bisa berebut nikmat. Fakta, para elit oder-baru atau para elit kuning masih aktif memilih kenikmatan yang pasti yaitu dengan mendukung Jokowi dan terbukti pilihan itu yang membawa nikmat. Apakah suara kuning jadi merah? Tidak. Suara kuning tetap kuning yang mengalir ke tokoh kuning yang sedang menikmati pertemanan dengan merah. Sementara itu strategi identitas dengan janji mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan Nasional justru menghadirkan dampak yang kontra yaitu menghalau warna lain yang tidak suka dengan Soeharto. Mereka mungkin korban HAM pada jamannya. Mereka bisa dari kelompok hijau yang pernah di anak tirikan oleh rezim Soeharto. Kelompok kelompok mengambang ini terhalau oleh pengalaman buruk di masa Soeharto. Walhasil yang mendukung ya tetap kelompok putih PKS yang sifatnya anti-merah dan kelompok biru yang cenderung mempraktekkan prinsip wani piro. Akhir perhelatan pilpres, Prabowo gagal jadi Presiden.

Pada Pilpres 2019 ini rupanya Prabowo mengulangi kesalahan yang sama. Jualan order baru sama saja dengan menarik garis panjang yang membatasi untuk menghalau mereka yang tidak suka order-baru. Sementara pengagum oderbaru yang turut menikmati pemerintahan Jokowi, saya yakin, tidak akan mau melepas kenikmatan kuasa yang telah mereka rengkuh.

Selain itu, dari perspektif analisis wanaca kritis, kubu Prabowo malah telah menunjukkan tindak tanduk yang meniru gaya Trump yang jelas jelas rasis, seksis, dan diskriminatif atas agama atau anti islam. Ini kemungkinan besar akan gagal bila diterapkan di Indonesia. Indonesia pro-Islam. Jokowi pro-Islam. Mau pakai wacana anti-PKI, ini kurang relevan karena gregetnya tidak sehebat anti-Islam di Amerika. Rasis mungkin bisa dengan diksi rasis 'pribumi', 'aseng', dan 'asing', tapi kemungkinan berhasil kecil karena konsensus nasional kita Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tungkan Ika. Mau ditabrak?. Seksis juga tidak mungkin efektif, karena perjuangan emansipasi wanita telah menjadi bagian perjuangan wanita Indonesia sejak munculnya Ibu Kita Kartini. Fakta Indonesia pernah punya Presiden Wanita, Ibu Megawati, sementara Amerika sendiri yang liberal masih takut. Wanita Indonesia sudah tidak mau lagi diwacanakan sebagai figur yang hanya peduli pada pekerjaan dapur. Rakyat tidak akan simpatik kalau niru Trump. kalau ini tetap dilakukan, lengkaplah sudah sisi lemah strategi kubu Prabowo yang kurang teliti dan lebih sering emosi.

Mengapa tidak sibuk menarik suara milenial dengan program yan masuk akal mereka yang potensi menarik anak anak merah atau warna lain yang tidak pernah mengalami trauma seperti orang tua mereka yang terlanjur jadi anti-order baru? Itu saran saya untuk kubu N0.02.

Pendek kata, Prabowo sedang mengulang kesalahan yang sama.

Suarabaya, 14 Desember 2018

Semino Gelumbur

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun