Mohon tunggu...
sekolahalamsoloraya
sekolahalamsoloraya Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekolah komunitas yang terletak di solo raya

dapat dipantau lewat akun instagram @sekolahalam.soloraya dan facebook @Selasar (Sekolah Alam Solo Raya)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Harap Surga Ini Milik Bersama

5 Desember 2020   18:33 Diperbarui: 5 Desember 2020   18:44 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penulis : Taqiyya Rafifa/Sekolah Alam Solo Raya

Rasa rasanya pemanfaatan sekaligus pembangunan di area mata air mulai trending lagi beberapa tahun ke belakang. Sejak Ponggok naik daun dan Klaten memunculkan kembali titel "sepenggal surga, kota seribu umbul" , spot mata air yang lain jadi terasa mulai ikut gencar dipoles dan 'dijual'.

Duit dari mana kah? Pemkot? Pemda? Kas desa? Urunan ibu-ibu PKK? Modal dari para investor swasta? I don't know, tapi pertanyaan lanjutannya adalah yang terpenting; profit nya untuk siapa?.

Ruang publik (public space) adalah elemen penting dalam tata ruang apapun. Mulai dari rumah, sekolah, bahkan kota dan negara. Ruang publik adalah milik dan tanggung jawab bersama, dapat di akses dan dipergunakan semestinya, tentunya juga bersama-sama.

Menjadi hal aneh sebenarnya, kalau sekarang ruang publik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar, yang bahkan kita juga gak tau apakah itu pure untuk biaya pengelolaan atau mengisi kantong perseorangan.

Ruang publik (public space) adalah elemen penting dalam tata ruang apapun. Mulai dari rumah, sekolah, bahkan kota dan negara. Ruang publik adalah milik dan tanggung jawab bersama, dapat di akses dan dipergunakan semestinya, tentunya juga bersama-sama.

Menjadi hal aneh sebenarnya, kalau sekarang ruang publik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar, yang bahkan kita juga gak tau apakah itu pure untuk biaya pengelolaan atau mengisi kantong perseorangan.

Punya landscape alam yang memang memikat, gak heran sih kalau Klaten jadi lirikan para investor toh pemerintah sepertinya juga senang-senang saja selama duit bisa masuk saku mereka. Biarin lah jurnal ini gak layak tayang. Tapi coba deh di telaah, kok bisa bisanya mata air yang notabene adalah kearifan lokal di perjual-beli kan. Memangnya itu punya siapa?

Yaah, tapi mbahas begituan emang gak ada habisnya. Let's talk about Besuki aja. Ini adalah kali kedua dalam seminggu, aku nongkrong di sini. Mata air sedalam kurang-lebih satu-setengah meter, ditengah panorama Jati belanda, yang melahirkan setidaknya empat kolam, lengkap dengan tongkrongan epic bergaya lumayan moderen ini, sepertinya mulai beken sejak jadi satu diantara minoritas umbul klaten yang masih di buka selama masa pandemi dan PSBB.

Satu satunya penyedia (resmi) kudapan di area umbul Besuki adalah warung kelolaan ibu-ibu (persatuan ninja hatori,eh gak tau ding). Dengan menu lokal yang harganya cukup friendly.

Awalnya aku sendiri mengira Besuki ini dikelola oleh Bumdes. Tapi kalau dilihat lagi, pembangunan Besuki terlihat terlalu mulus dan eye catching secara bentuk. Setelah di kroscek, Jeng jeng jeng memang benar, alih-alih Bumdes, Besuki ini ternyata adalah anak binaan Pokdarwis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun