Mohon tunggu...
Sekar Esti
Sekar Esti Mohon Tunggu... Administrasi - HR Recruitment

Kesehatan bukan sekedar apa yang kamu makan, menyangkut yang kamu pikirkan dan rasakan juga

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Mampukah Kita Hijrah tanpa Memandang Rendah Orang Lain?

10 Juni 2019   05:50 Diperbarui: 10 Juni 2019   06:15 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gema Idhul Fitri yang menyejukkan hati telah tiba, silaturahmi dengan saudara dan kerabat berlangsung hangat. Lebih dari itu, sebagian dari kita lahir kembali menjadi diri baru, tepatnya jiwa yang selama ini lalai kembali menemukan cahayanya, keberkahan Ramadhan dan kebaikan Allah SWT membuat hati yang selama ini tertutup debu kembali terketuk dan perlahan terbuka. Sungguh sebagian dari kita mendapat hidayah untuk segera hijrah dan kembali taat kepada-Nya. 

Kata Hijrah berasal dari bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hjrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat beliau dari Mekkah ke Madinah dengsn tujuan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari'at islam.

Dengan merujuk kepada hijrahnya Rasulullah tersebut, sebagian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari kekufuran menuju keimanan. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah di Jalan Allah, mereka mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al Baqarah 2:218).
Berdasarkan dari ayat diatas, kita sebagai orang yang beriman hendaknya mau untuk segera berhijrah jika menyadari bahwa selama ini masih terkungkung dalam kekufuran. Namun kita harus ingat, sejatinya ketika kita berhijrah adalah membawa diri ikhtiar untuk berada di jalan Allah dengan melakukan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Selain itu, ketika kita berhijrah hendaknya tetap rendah diri dan tidak merasa diri kita paling benar. 

Sayangnya, fenomena yang terjadi belakangan ini, ketika seseorang memutuskan untuk berhijrah dan telah merasa dirinya lebih baik dari orang lain maka rasa ke 'aku-an' akan semakin tinggi dan cenderung memandang orang yang belum berhijrah penuh dosa. Sebagai contoh, orang yang telah berhijab, akan memandang temannya yang belum berhijab seperti orang yang tidak taat pada agama, selanjutnya ketika seorang telah berhijab namun masih ada perlakuan yang kurang tepat maka dirasa sia-sia berhijab, begitu seterusnya kita memandang rendah orang lain, dan merasa diri kita adalah manusia yang paling benar dan tidak pernah mendosa. 

Dipandang dari ilmu Psikologi Humanistik, menurut Maslow kebutuhan manusia tertinggi adalah Aktualisasi Diri, yaitu sebuah pengakuan dari masyarakat bahwa 'aku' ada di dunia dan dengan potensi tertentu mampu menunjukan bahwa aku berhak diakui dunia. Tentu saja, rasa ke 'aku-an' ini akan merusak niat kita berhijrah dan menodai makna hijrah itu sendiri. Disebut demikian, karena sejatinya manusia perlu menyadari, bahwa semakin berilmu seharusnya semakin merunduk bukan untuk unjuk diri dan dengan bangga hati memandang dirinya lebih baik dari orang lain, yang dimana sifat sombong bahkan sangat dibenci Allah. "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang sombong lagi membanggakan diri" (QS. Luqman:18). 

Sejatinya semua ilmu, berkah, dan hidayah datangnya dari Allah dan kita hanyalah makhluk yang sangat lemah dan tidak berhak menyombongkan diri atas sesama manusia maupun makhluk lain. Sesuai Teori Kebutuhan Manusia milik Maslow, bahwa kebutuhan Aktualisasi diri merupakan kebutuhan puncak setelah kita mampu memperoleh empat kebutuhan dibawahnya, yakni kebutuhan fisiologis, keamanan, kepemilikan, dan penghargaan. Maka dari itu, sebenarnya Aktualisasi diri adalah sebuah perjalanan menuju puncak yang tidak mudah, maka ketika kita mendapatkan kesempatan untuk itu, hendaknya  kita bersyukur dan menjaga ikhtiar kita, tanpa memandang orang lain hina dan kita ahli surga. Jika kita tidak mampu membantu dalam hal duniawi, maka doa adalah hadiah yang terbaik untuk kebaikan seseorang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun