Mohon tunggu...
sekar amaliana
sekar amaliana Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Uin Ar-raniry Banda Aceh yang mengambil jurusan Kesejahteraan sosial yang bertujuan agar mampu menganalisis dan mengindentifikasi serta menyelesaikan permasalahan sosial demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang layak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Resume Buku: Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya jilid 2-Harun Nasution

29 September 2025   13:55 Diperbarui: 29 September 2025   14:04 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Islam ditinjau dari berbagai aspeknya" jilid II karya Harun  Nasution (sumber gambar:universitas islam internasional indonesia)

Buku Islam: Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II merupakan karya lanjutan Harun Nasution yang mencoba memberikan perspektif lebih luas terhadap pemahaman Islam. Jika pada jilid pertama ia menekankan dasar-dasar ajaran Islam dari sisi normatif, maka pada jilid kedua ini Harun menambahkan pembahasan mengenai dimensi rasionalitas, filsafat, dan sejarah pemikiran keislaman. Menurutnya, pendekatan tekstual semata tidak cukup untuk menggali kekayaan ajaran Islam. Islam baru dapat dipahami secara utuh apabila dikaji dengan memadukan metode normatif, historis, dan intelektual.

Salah satu tema utama yang dibahas adalah kedudukan akal dalam Islam. Harun menegaskan bahwa akal memiliki peran penting dalam menafsirkan wahyu, memahami hukum, dan menghadapi tantangan zaman. Pada era klasik, umat Islam pernah mencapai puncak kejayaan intelektual berkat keberanian para pemikirnya mengintegrasikan filsafat Yunani dan logika ke dalam studi keagamaan. Dari sinilah lahir berbagai teori besar dalam ilmu pengetahuan, teologi, dan filsafat Islam. Namun, tradisi ini kemudian melemah karena umat terlalu menekankan pada tekstualisme dan kecenderungan untuk taklid tanpa berpikir kritis.

Kemunduran rasionalitas itu, menurut Harun, menjadi salah satu penyebab utama stagnasi umat Islam. Ia mengkritisi pola pikir yang hanya mengulang warisan lama tanpa ada upaya pembaruan. Baginya, Islam bukanlah agama yang menolak akal, melainkan justru mendorong penggunaan akal untuk memahami kehidupan. Oleh karena itu, menghidupkan kembali semangat berpikir kritis dan terbuka adalah jalan penting untuk membangkitkan peradaban Islam yang pernah berjaya.

Selain membahas peran akal, Harun Nasution juga menguraikan perbedaan teologi dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Syi’ah. Mu’tazilah dipandang sebagai representasi rasionalisme Islam karena mereka menempatkan akal sebagai instrumen utama dalam memahami ajaran agama. Sebaliknya, Asy’ariyah lebih cenderung membatasi fungsi akal, meski tetap memberikan ruang dalam kadar tertentu. Pemikiran Syi’ah juga dinilai memiliki unsur rasional dan filosofis yang kuat. Harun menyajikan uraian ini secara objektif, dengan tujuan memperlihatkan bahwa Islam sejak awal memiliki keragaman pemikiran teologis yang memperkaya warisan intelektualnya.

Tema lain yang sangat penting dalam buku ini adalah konsep tajdid atau pembaruan. Harun berpendapat bahwa Islam sebagai agama universal harus mampu menjawab tantangan zaman yang terus berubah. Pembaruan bukanlah penolakan terhadap syariat atau peniruan buta terhadap Barat, melainkan usaha menghidupkan kembali nilai-nilai fundamental Islam seperti keadilan, kebebasan berpikir, dan tanggung jawab sosial. Dengan mengedepankan nilai-nilai universal tersebut, umat Islam dapat menghadirkan wajah Islam yang relevan sekaligus tetap berakar pada ajaran dasarnya.

Dalam konteks pembaruan, Harun menyoroti pentingnya peran kaum intelektual Muslim. Menurutnya, intelektual tidak boleh hanya menjadi penjaga tradisi yang pasif, tetapi harus berfungsi sebagai agen perubahan sosial dan pelopor kebangkitan pemikiran Islam. Mereka dituntut untuk mampu mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu modern, sehingga tercipta sebuah peradaban yang Islami sekaligus terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan global.

Harun juga menekankan bahwa sistem pendidikan Islam perlu direformasi. Ia mengkritik pola pendidikan yang hanya menekankan hafalan tanpa mendorong daya kritis dan analisis. Baginya, pendidikan adalah sarana utama untuk melahirkan generasi Muslim yang kreatif, kritis, dan progresif. Dengan pendidikan yang baik, umat Islam akan lebih siap menghadapi perubahan zaman sekaligus menjaga nilai-nilai keislaman yang universal.

Dan Harun Nasution ingin mengajak umat Islam, terutama generasi muda, untuk mengembangkan pemahaman agama yang tidak kaku, eksklusif, ataupun literal. Islam ideal menurutnya adalah Islam yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan, menghargai akal, inklusif, serta responsif terhadap tantangan modernitas. Buku ini pada akhirnya menegaskan bahwa Islam memiliki potensi besar untuk kembali menjadi kekuatan moral dan intelektual, asalkan tradisi berpikir kritis dan semangat pembaruan tidak ditinggalkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun