Mohon tunggu...
Sejo Qulhu
Sejo Qulhu Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writter Travel Vloger

Saya santri kampung, tapi bukan santri kampungan!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Budaya Pemilu yang Sudah Mendarah Daging

17 April 2019   13:57 Diperbarui: 13 November 2019   14:30 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore hari, tanggal 16 April 2019, Aku bergegas pulang kampung halamanku untuk mengikuti pemilu. Karena walaupun hanya satu suara, tapi menentukan nasib bangsa dalam lima tahun kedepan. 

Dua jam perjalanan menuju ke kampung halamanku dari Serang ke Menes Pandeglang. Sesampainya di rumah, aku mendapatkan banyak uang, hingga uangnya mencapai Dua Ratus Ribu Rupiah kurang lebih segitu. Dari mana uang itu aku dapatkan, ya, tentunya dari orang tua ku, ada yang menitipkan dari tim sukses paslon.

Ada beberapa budaya Pemilu, yang sudah mendarah daging masyarakat di Indonesia. Hal itu sudah tidak bisa di tinggalkan, Mungkin! Pasti selalu ada dinamika, perang antar paslon, yang beda pilihan, sampai-sampai yang tadinya sahabat, teman, bisa jadi musuh, karena beda pilihan, seru memang, lucu juga, menurut ku. Langsung saja apa saja budaya pemilu yang sudah mendarah daging itu?

Pertama, Jika mendekati H-1 menjelang pencoblosan, pasti kita sering mendapatkan uang, atau istilahnya serangan fajar. Ada yang mendatangi ke rumah kita secara langsung, ada yang menitipkan ke taman, orang tua, dan lain sebagainya. Yaa, uangnya tidak seberapa memang, tidak lebih dari Seratu Ribu Rupiah, pasti uangnya di masukan ke dalam amplop. Meskipun jumlahnya sedikit. 

Lantas bagaimana jika kita ingin mendapatkan uang banyak? Tentunya kita jangan fanatik kepada pilihan politik kita! Jika ada yang menanyakan kepada kita, mau pilih siapa? Jangan kita jawab, akan tetapi kita balik menanya. 


Begini caranya, saya bingung nih, belum punya pilihan! Harusnya pilih siapa ya? Nah, pasti kamu akan mendapatkan uang lebih banyak lagi dari tim sukses paslon. Itu sih, sekedar mengasih saran saja, kalau aku tidak selicik itu, karena aku sebagai mahasiswa tentu harus menjaga Idealisme tidak boleh digadaikan oleh apapun. Aku tidak mau, perut dan pilihan ku dibayar dengan uang Seratus Ribu!

Kedua, pasti ketika sebelum menjelang pencoblosan atau pemilu, biasanya kita akan sering menjumpai di berbagai pelosok, di kampung, di tempat tongkrongan, baik pos ronda dan lain sebagainya. Yang dibicarakan oleh pemuda, orang tua, bahkan anak kecil sekalipun membicarakan politik, baik membicarakan Presiden dan lain sebagainya. 

Lucunya ada yang debat kusir, karena beda pilihan, mereka sedang adu gagasan di setiap tempat tongkrongan. Yaa, yang dibahas pasti pasangan calon. Sedihnya, kalau di tempat tongkrongan pilihannya A semua, dan kita pilihan kita B, maka kita akan habis-habisan di Bully dan dicaci-maki. Tapi tidak, jika kita bisa mempertahankan pendapat kita menganai pilihan B, bisa-bisa kita akan menjadi pahlawan dan pemenang.

Ketiga, kalau saya sih sebagai kriteria pemilih politik, tentunya ada beberapa hal, cara menilai tentang pasangan calon. Kita bisa menilai dari segi keilmuannya, agamanya, dan hartanya, dan kecantikannya. Cantik dalam hal ini bukan ganteng, ataupun cantik, melainkan dia karakter pemimpin yang baik dan bersih dari tindak kejahatan dan sama sekali belum terlibat pelanggaran hukum. Karena perilaku pemilih, biasanya bisa dipengaruhi oleh lingkungan, uang, dan doktrin. 

Kalau dari lingkungan, misalnya masyarakat di kampung itu terpercaya kepada seorang Kiyai, terus Kiyai tersebut pilihan politik nya ke A, maka semuanya akan mengikuti ke Kiyai betul atau salah? Kalian yang menilai sendiri. Intinya kita harus bijak memilah dan memilih, harus menilai dari berbagai sudut pandang saja, bukan dari omongan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun