BIPA atau bahasa Indonesia penutur asing merupakan salah satu program pembelajaran bahasa Indonesia yang diperuntukan bagi pembelajar asing. Disamping itu, BIPA juga membuka program lain untuk memperkenalkan budaya di Indonesia. Sehingga dalam hal ini bipa bisa menjadi salah satu strategi Diplomasi. (Sabtu, 24/04/2021)
"BIPA sebagai salah satu strategi diplomasi. Pandangan ini juga bukan hanya dari saya tetapi juga dari Dosen UI Bapak Soehandoko", ungkap Dosen UIN Walisongo Eko Widianto, S.Pd., M.Pd.,
Manfaat BIPA bagi para pengajar disamping sebagai pengajar, mereka juga mampu memperkenalkan budaya di Indonesia baik tarian, gamelan, angklung, tempat wisata dan bahkan baju batik. Hal tersebut, menyebabkan bahasa Indonesia lebih populer di luar negeri maupun penutur asing. Adanya pandemi covid-19, sistem pembelajaran BIPA mengalami perubahan yang sangat drastis dan berdampak pula pada pemberhentian pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri.
"BIPA mendobrak cara baru karena terhenti nya pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri. Dengan memunculkan kelas online, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Hal ini, yang menyebabkan BIPA bisa tetap eksis di tahun 2020." Ungkap Pengajar BIPA sekaligus Dosen UIN Walisongo, Eko Widianto, S Pd., M.Pd.
Adapun cara untuk tetap mengeksistensikan bahasa Indonesia yaitu dengan mengadakan kelas secara daring dan gratis untuk mahasiswa serta pelajar di seluruh dunia. Kelas daring yang dilakukan bisa melalui aplikasi meeting seperti zoom, google meet dan lain sebagainya. Atau aplikasi berbasis rekaman suara, seperti Spotify. Meskipun harus secara otodidak belajar secara daring menggunakan aplikasi daring dan sebelum pandemi tidak mengadakan bipa secara daring karena tidak bisa menggunakan aplikasi online.
Selain cara, ada pula prinsip yang bisa dilakukan agar BIPA tetap eksis. Pertama, prinsip beradaptasi, bisa dikatakan keadaan boleh berbeda tetapi semangat harus tetap sama. Kedua, harus ada solusi mengenai bagaimana cara kita bisa menyikapi suatu permasalahan secara positif. Dari semestinya kita tidak bisa kita menjadi bisa. Ketiga, aktualisasi yaitu dengan mengerahkan kemampuan untuk terus maju. Namun, di dalamnya ada visi untuk mendiplomasikan bahasa Indonesia. Keempat, nekat yaitu meskipun kita sudah punya konsep dan sebagainya tetapi tidak ada tekat lalu bagaimana kita bisa mendapatkan.
"Nekad itu penting, pergi aja dulu. Mulai aja dulu untuk memperkenalkan budaya. Meskipun, apa yang kita tampilkan atau perkenalkan hanya sebagian. Tarian yang durasi waktunya lima menit, kita narinya dua menit aja. Dari pada kita jatuhnya ke salah." Ungkap Eko Widianto, Pengajar BIPA sekaligus Dosen UIN Walisongo.
Integrasi antara budaya Indonesia dengan diplomasi ke beberapa negara seperti Amerika melalui BIPA. Meskipun para pengajar tidak memperkenalkan budaya secara otentik, seperti baju batik.
"Meskipun kita tidak memperkenalkan batik secara langsung dan sebagai sesuatu yang otentik. Tetapi jika kita tidak memakai batik, mahasiswa di sana bertanya, kenapa tidak pakai batik?". Ungkap Duta Bahasa Negara Badan Bahasa Kemendikbud 2016 untuk Universitas Yale, Amerika Serikat, Roslina Sawitri, S.Pd.,M.Pd.
Bahkan adanya rasa kagum terhadap batik, mahasiswa Amerika yang mengikuti program BIPA tidak sungkan menggunakan baju batik dan memajangnya di Instagram pribadinya. Hal tersebut terjadi karena saat kita mengajarkan bahasa asing, kita juga harus bisa menggunakan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Supaya kita tidak hanya mampu tetapi juga paham terhadap bahasa yang kita ajarkan.
" Sebagai duta bahasa Indonesia, kita harus bisa menjaga diri untuk menjaga budaya Indonesia", Duta Bahasa Negara Badan Bahasa Kemendikbud 2016 untuk Universitas Yale, Amerika Serikat, Roslina Sawitri, S.Pd.,M.Pd.