Mohon tunggu...
Muhammad Wahdini
Muhammad Wahdini Mohon Tunggu... Buruh - pembelajar

.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Ribu Rupiah

23 November 2017   06:11 Diperbarui: 23 November 2017   08:17 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari belumlah gelap, masih ada beberapa ekor burung gereja kerkicau hebat diatas kabel jalan Antasari. Kicauan yang beradu dengan klakson kendaraan bermotor yang lalu lalang. 

Tidak terlihat ada yang berjalan kaki di trotoar jalan. Pejalan kaki malah jalan di badan jalan. Karna trotoar, kini menjadi lahan parkir motor dan tempat jualan pecel ayam. 

Jika suatu kali ada yang tanya, (tapi tentu bertanya ini akan memakan resiko) kok parkir di trotoar dan dipakai jualan? Pasti langsung ada yang menanggapi, "Lha memang kenapa? Kan gak ada yang jalan kaki. Trus salahnya, apa? Kalo ada yang jalan di trotoar, itu baru salah". tidak ada yang protes dengan jawaban itu. Semua memilih diam. Burung gereja juga.

Lutfi terlihat gusar, ia terduduk diatas jok motor tepat di depan ATM, sesekali melihat jam tangannya lalu menatap kosong ke arah pintu kaca yang berembun karena AC. Mesin pendingin itu tak mampu meredam kegusarannya. Ada yang ia tunggu, sesaat setelah ia memencet tombol Cek saldo, tapi tak tahu kapan akan datang.

Tak jauh dari ATM, Jhon terlihat sibuk, atau seakan berusaha sibuk. Memegang ekor motor yang terparkir bagi siapa yang telah keluar dari ruangan ATM dengan wajah sumringah atau tertunduk lesu seperti raut wajah Lutfi. Tapi tidak dengan Jhon. Ia selalu sumringah, setidaknya dilihat dari irama peluit plasik yang keluar dari bibirnya.

Dikawasannya, sekira 300m, semua harus membayar saat parkir. Tidak banyak, kata Jhon, dua ribu rupiah saja. tidak sampai bikin miskin. 

Ia selalu bersyukur saat ini uang benggol lima ratusan sudah makin langka. Begitu juga uang seribuan. disaat yang sama, uang dua ribuan makin sering jadi alat transaksi. Ini berkah, kata Jhon.

Dan nampaknya, selain tukang parkir, PKL juga ikut menaikkan harga dagangannya sebesar dua ribu. Contohnya ya Bubur ayam di ujung jalan. Spanduk bertuliskan "Cuma 10 ribu" yang dulu terpampang sudah ditutup angka 10 nya, diganti angka 12. Bubur ayam Kang Engking namanya. bubur yang paling laris. 

Dulu, harga seporsi hanya 10 ribu rupiah, lengkap dengan kerupuk dan cakwe. Baru bulan ini naik jadi 12 ribu. Naiknya 5 hari setelah Idul Fitri. "Harga Ayamnya naik, mas, telor sama elpijinya juga, gak untung kalo pakai harga lama". Tapi tak ada penurunan konsumen, semua pelanggan mafhum, tapi saat semua bahan pokok turun ke harga normal selepas lebaran, ya tidak ada yang bertanya juga "kok gak turun?". Momen lebaran memang dirasa pas untuk menerima penyesuaian harga. 

Karena jadi dua belas ribu, tentunya ada saja yang tidak bayar dengan uang pas. Biasanya bayar lima belas ribu. Nah, uang seribu kan langka. Jadilah, keripik dan kacang jadi pengganti kembalian. Ambil kacangnya 3 ya, biar pas. Tak ada yang protes, semua senang. Penjual kacang dan keripik juga.

Kecuali Lutfi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun