Mohon tunggu...
Edbert Sebastian Ghozali PM.
Edbert Sebastian Ghozali PM. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Edbert Sebastian Ghozali Putra Muhaimin

Mahasiswa Pendidikan Ekonomi 2020

Selanjutnya

Tutup

Money

APBN Terus Defisit. Mengapa?

22 April 2021   09:59 Diperbarui: 22 April 2021   10:13 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Postur APBN Tahun Anggaran 2020

Sudah menjadi rahasia umum bahwa APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Indonesia selalu defisit dimana pendapatan negara akan lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran atau belanja negara, padahal berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi dalam negeri yang dapat menambah penerimaan negara.

Dilansir dari laman kemenkeu.go.id, defisit dalam APBN tahun anggaran 2019 merupakan yang terendah sejak tahun 2015 dengan angka defisit sebesar Rp296 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun, di awal tahun 2020 perekonomian Indonesia bahkan dunia diguncang oleh pandemi Covid-19 sehingga defisit dalam APBN tahun anggaran 2020 meningkat menjadi Rp307,2 triliun atau setara dengan 1,76 persen dari PDB Indonesia.

Meski di tahun 2019 APBN mengalami defisit yang paling rendah, nyatanya hingga hari ini APBN Indonesia belum pernah mencapai kata surplus. Pada tahun 2020 berbagai alasan yang paling mungkin menyebabkan defisit APBN meningkat adalah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor dan berdampak pada penurunan produksi dalam negeri. 

Harus diakui bahwa salah satu cara untuk menekan defisit anggaran adalah dengan berutang. Kementerian Keuangan melalui laman kemenkeu.go.id dalam APBN KiTa bulan Desember 2020 menyatakan, posisi utang Indonesia per akhir November 2020 sebesar Rp5.910,64 triliun atau setara dengan 38,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun, artikel ini tidak membahas lebih dalam tentang utang negara melainkan pengelolaan aset atau kekayaan atau pendapatan negara yang jarang untuk dibahas.

Dalam mengelola kekayaan negara, ada istilah yang disebut revaluasi atau proses penilaian kembali terhadap Barang Milik Negara (BMN) sehingga diperoleh nilai wajar terkini atau secara sederhana berarti membukukan kembali apa yang negara keluarkan. Tidak semua pengeluaran negara dapat direvaluasi, sebab pengeluaran negara tidak melulu berupa barang fisik tetapi bisa juga berupa barang nonfisik. Oleh karena itu, kekayaan negara dapat terbagi menjadi dua bagian yaitu Tangible Asset (harta berwujud) dan Intangible Asset (harta tak berwujud) yang keduanya sama-sama mengeluarkan anggaran yang besar.  

Tangible Asset (Harta berwujud) adalah kekayaan negara yang dapat direvaluasi karena output-nya berupa barang fisik seperti infrastruktur atau bangunan. Dalam APBN, contoh konkret dari tangible asset adalah anggaran infrastruktur yang pada tahun 2020 memakan anggaran sebesar Rp423,3 triliun. Nilai dengan anggaran sebesar ini dapat direvaluasi sebab 423,3 triliun rupiah ini digunakan untuk membagun barang fisik yang dapat dibukukan seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, dan bangunan lain yang setiap tahun memiliki nilai tambahnya.

Sedangkan Intangible Asset (Harta tak berwujud) adalah salah satu kekayaan negara yang sebagian besar nilainya tidak dapat direvaluasi atau dibukukan. Anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan adalah salah satu bentuk intangible asset. Mengapa? Karena sebagian besar output dari anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan adalah bantuan sosial dan layanan kualitatif pemerintah. Di bidang pendidikan, APBN Tahun 2020 menganggarkan 508,1 triliun rupiah yang pengimplementasiannya berupa 20,1 juta siswa mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP), 819,4 ribu mahasiswa mendapat Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K), serta 5.000 mahasiswa baru dan 12.333 mahasiswa lanjutan mendapat Beasiswa S2/S3 LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang semuanya intangible (tak berwujud) dan tidak dapat dibukukan berapa nilainya, kecuali ketika membangun atau merehab sekolah, membangun atau merehab kampus, serta membangun sarana dan prasarana PAUD yang dapat direvaluasi.  

Pada akhirnya, utang dan pengelolaan kekayaan negara laskana dua sisi mata uang, selalu bertolak belakang namun berjalan beriringan. Sudah selayaknya kita bersikap bijak dengan tidak melulu membahas keburukan utang tetapi juga membahas apa yang kita peroleh dari utang tersebut. Ketika membahas utang negara, mari bahas juga pengelolaan aset negara agar kita benar-benar paham dengan postur keuangan negara yang sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun