KH. Abdurrahman Nawi ialah tokoh agama yang berasal dari tanah Betawi. Beliau lahir di Jakarta pada bulan Shafar 1354 H(1933) dan wafat pada hari Senin, 18 November 2019 (Muhammad Yusuf Hidayat:2021:28). Beliau adalah sosok yang tidak lekang dimakan zaman. Sebab, beliau telah mencetak para guru dan da'i di Jakarta dan sekitarnya. Al-Awwabin, nama pondok pesantren atau perguruan yang ia telah rintis dan binanya. Adapun tempat pendidikannya ada di dua tempat yang pertama di daerah Tebet dan yang yang kedua yaitu di Bedahan, Depok. Sarana pendidikan tersebut sebagai tempat yang ia dedikasikan untuk mengajar, mendidik, dan memberikan tauladan kepada santri-santrinya.
      Keberkahan waktu yang dimiliki Abuya KH. Abdurrahman Nawi di luar nalar manusia pada umumnya. Pasalnya, selain beliau mengajar di pondok pesantrennya, beliau juga membimbing masyarakat Jakarta dalam majelis taklim, serta menuangkan keilmuannya dalam bentuk tulisan. Dakwah literasinya mengikuti jejak para salafuna salihin. Sebab dakwah literasi ini adalah dakwah yang terus terwarisi dari masa ke masa.
      Buah Karya Abuya (panggilan KH. Abdurrahman Nawi) antara lain; Tujuh Kaifiat Shalat Sunnah, Tiga Kaifiyat Shalat Sunnah, Sullamul Ibad, Manasik Haji, Mutiara Ramadhan, Pedoman Ziarah Kubur, Nahwi Melayu, Misykatul Anwar, Risalah Tawasul, Risalah Tahajjud, dan terjemah Tanqihul Qaul (Muhammad Yusuf Hidayat:2021:28). Bentuk-bentuk literasinya menandakan Abuya mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu bahasa Arab, ilmu fiqih, dan tasawuf.
      Para santri dan pecinta Abuya sering menjulukinya dengan nahwu berjalan. Alasan laqab tersebut disematkan kepadanya karena beliau memiliki kemampuan dalam ilmu alat dalam bahasa Arab. Mulai dari nahwu, sharf, hingga balagah dikuasainya dengan baik. Sehingga cara bicaranya itu tersusun rapi dan sistematis. Di sisi lain, ketika beliau mengajar atau ceramah kita terbawa dengan pembicaraannya.
      Tatkala saya masih di bangku SMP beberapa kali saya menghadiri taklim Abuya  di Mushola Al-Ikhwan, Tebet. Adapun ke khasanya ia mengajarkan kitab-kitab melayu yang berkenaan dengan fiqih dan tasawuf. Gaya bahasa yang digunakan olehnya lugas dan mudah dipahami para jamaah. Sering kali disetiap pengajarannya, beliau mengucapkan, "Bisa dipahami, bisa dimengerti?". Melalui kata tanya retoris tersebut, para pembelajar seolah mengiyakan bahwa mereka memahami dan mengerti.
      Pada Minggu, 23 Maret 2025 bertepatan dengan 23 Ramadhan 1446 H merupakan moment fenomenal yang ditunggu oleh para santri dan pecinta Abuya. Lantaran, di hari itu merupakan launching buku Sang A'lim dari tanah Betawi itu di Pondok Pesantren Al-Awwabin, Tebet. Ada lima belas kitab yang terkumpul jadi satu kitab besar yang dinamakan Majmu'ah Kutub Abuya Kyai Hajj Abdurrahman Nawi. Terlebih acara tersebut dilaksanakan bertepatan dengan ifthar jama'i atau buka puasa bersama.
      Adapun acara launching kitab Kutub Abuya Kyai Hajj Abdurrahman Nawi turut dihadiri khalifahnya Drs. KH Ahmad Muchtar, LC dan menantunya KH. Lutfi Zawawi. Saat itu khalifahnya sangat bahagia sekali karena pada acara tersebut dihadiri oleh para kyai, habaib, asatidz, dan para pecintanya serta perwakilan dari Kanwil Kemenag Jakarta Selatan. Naik pula penceramah Dr. Levi Fachrul Avivi bertutur, "Seorang kyai atau habaib yang dikenang sepanjang masa yaitu ialah mereka yang memiliki buah karya." Sedangkan Habib Toha bin Ali Assegaf berkata, "Amal sosial atau yang berkelanjutan lebih baik ketimbang dengan amal yang sesaat. Amal yang berkelanjutan itu yaitu amal dalam menuliskan karya dan mencetak para asatidz dan da'i." Wawlahu a'lam.
     Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI