Mohon tunggu...
Sayyid Muhammad Faruq
Sayyid Muhammad Faruq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Studi Kejepangan Universitas Airlangga

Saya menempuh pendidikan di Universitas Airlangga prodi Studi Kejepangan. Hobi saya membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Danjyo Kankei pada Tempat Kerja di Jepang

14 Oktober 2022   11:30 Diperbarui: 14 Oktober 2022   11:34 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jepang merupakan negara yang mempunyai beragam budaya. Selain dari budaya kesenian, Jepang juga mempunyai budaya dan pemikiran tertentu terhadap masyarakat. Tak terkecuali dengan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan gender. Dalam kehidupan sosial Jepang, terdapat perbedaan peran dan hubungan antara pria dengan wanita. Hal tersebut bisa kita lihat dari adanya teori atau pemikiran Danjyo Kankei di Jepang.

Danjyo Kankei ditulis dengan kanji (Danjyo) dan (Kankei) yang artinya konsep hubungan antara pria dengan wanita di Jepang. Di Jepang, pria dan wanita mempunyai peran dan hubungannya tersendiri. Setiap gender memiliki perannya masing-masing untuk memenuhi satu tujuan. Uniknya, secara historis dari waktu ke waktu, konsep hubungan dan peran antara pria dan wanita di Jepang selalu berubah. Hal ini berpengaruh terhadap sistem sosial yang ada.

Pada Masa Nara dan Heian terjadi perubahan peran dan hubungan laki-laki dan perempuan. Pada masa ini, laki-laki mulai mendominasi dalam berbagai bidang, terutama pada bidang kekuasaan. 

Pemimpin-pemimpin wanita mulai diganti dengan laki-laki, dan segala yang dipimpin oleh perempuan di bidangnya mulai digantikan oleh laki-laki. 

Terlepas dari itu, masyarakat umum masih tetap berusaha mempertahanan kesetaraan yang dipunyai oleh laki-laki dan perempuan. Tetapi, pada akhir masa Heian, hak-hak kesetaraan yang dipunyai perempuan mulai melemah dan digantikan oleh laki-laki.

Hal ini menyebabkan seringkali wanita dinomorduakan di Jepang, baik dalam rumah tangga, pendidikan maupun tempat kerja. Bagaimana dengan kondisi tempat kerja yang ditujukan untuk wanita di Jepang dalam berkarir? Terdapat kasus dimana wanita merasa dirugikan dalam perspektif gender terutama di tempat kerja. 

Seringkali karena sebuah alasan sosial dan ekonomi, wanita di Jepang wajib menuangkan teh atau menyajikan minuman untuk pria di tempat kerja. 

Ketika pesta sepulang kerja atau acara makan malam di luar tempat kerja pun, wanita diharuskan untuk menuangkan minuman untuk rekan pria mereka. 

Pada masa modern ini, peran laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri tidaklah jauh berbeda dengan masa dahulu. Suami tetap berperan sebagai orang yang mencari uang dan menafkahi keluarga, lalu istri tetap berperan sebagai ibu rumah tangga yang juga mengurus anak. 

Dari adanya peran ini juga dapat menimbulkan masalah, yaitu pada suami terdapat istilah sodai-gomi. Sebutan ini mempunyai arti "sampah besar" dan dipakai untuk laki-laki yang tidak bekerja alias hanya diam di rumah saja. Sodai-gomi yang ditafsirkan sebagai "sampah besar" ini digunakan ketika melihat laki-laki yang tidak lagi berperan sebagai pencari nafkah. 

Tidak lagi berperan sebagai pencari nafkah maka akan dianggap tidak berguna seperti sampah. Hal ini biasanya dapat dilihat dari karyawan laki-laki yang mulai pensiun dan menetap di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun