Mohon tunggu...
Satrio Arismunandar
Satrio Arismunandar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arvan Pradiansyah: Penyebab Perceraian adalah Kurangnya Komitmen

22 Oktober 2017   22:22 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:43 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyebab utama perceraian, jika harus disimpulkan dalam satu kalimat, adalah kurangnya komitmen pasangan. Karena jika orang betul-betul berkomitmen, pastilah ia akan berjuang mati-matian untuk mempertahankan perkawinan dengan cara apapun. 

Hal itu ditegaskan Motivator Nasional di bidang Leadership dan Happiness, Arvan Pradiansyah, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/10). Arvan dimintai pendapat sekitar tingginya angka perceraian di Indonesia, yang  termasuk tertinggi di dunia. Sehingga Indonesia dikategorikan sudah masuk ke tahap "darurat perceraian."

Menurut Arvan, yang juga CEO di Arvan Pradiansyah Institute, tiap tahun terjadi lebih dari 380.000 perceraian di Indonesia. Jika setahun ada 365 hari, berarti tiap hari terjadi lebih dari 1.041 perceraian. Jadi untuk satu jam ada 43 perceraian, dan setiap 1,3 menit terjadi satu perceraian.

Yang menjadi korban utama dalam perceraian itu adalah anak-anak. Jika diasumsikan setiap pasangan memiliki satu anak, maka ada sekitar 380.000 anak yang jadi korban tiap tahun.

Kembali ke soal penyebab, Arvan menjelaskan, jika mau diperluas ada tiga faktor penyebab perceraian. Pertama, kurangnya komitmen. Jika dipersentasekan, ini mencapai 50 persen. Kedua, macetnya komunikasi antara-pasangan (25 persen). Dan ketiga, besarnya ego (25 persen).

"Kalau ada yang bilang penyebabnya adalah karena masalah ekonomi atau ada kekasih idaman lain, itu cuma dalih saja. Alasan yang dibuat-buat. Semuanya bisa dikembalikan ke faktor kurangnya komitmen tersebut," lanjut Arvan.

Padahal perkawinan itu adalah peristiwa yang sakral dan spiritual. "Jika kita melamar kerja, ada perjanjian antara dua pihak, antara pemberi kerja dan karyawan. Tetapi dalam perkawinan melibatkan tiga pihak, dan pihak ketiga itu adalah Tuhan. Perkawinan itu menghalalkan apa yang diharamkan atas nama Tuhan," tutur Motivator Nasional ini.

Arvan mengungkapkan esensi dari perkawinan. "Perkawinan itu adalah cara ajaib yang diciptakan Tuhan, agar manusia bisa bahagia dan melahirkan generasi penerus. Perkawinan itu mencakup aspek biologis, psikologis, dan spiritual," ucapnya.

Ketika pertama memutuskan menikah, orang umumnya bermodalkan cinta. "Tetapi ada dua hal tentang cinta, yakni jatuh cinta dan membangun cinta. Perasaan jatuh cinta itu tidak akan bertahan seterusnya karena ada masa berlakunya, masa expired-nya," jelas Arvan, yang sudah menjalani usia pernikahan lebih dari 20 tahun.

Yang sering orang lupa adalah membangun cinta, yang seharusnya dilakukan sejak awal perkawinan, atau bahkan sebelum perkawinan. Perkawinan itu adalah proses tumbuh bersama secara spiritual, dan selama proses itu pasangan harus membuat tabungan-tabungan kebaikan. Hal ini membuat hubungan semakin dekat.

"Dalam proses tumbuh bersama, sesudah 20 tahun, saya bukan seperti 20 tahun yang lalu. Istri saya juga bukan seperti 20 tahun yang lalu," ucap Arvan, yang selama 13 tahun pernah menjadi dosen di FISIP Universitas Indonesia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun