Pertama, saya selalu respek dengan orang yang punya tipe "Perintis". Sosok yang membangun dari awal, bukan tipe "Penerus" yang hadir ketika segalanya sudah tersedia dan mapan.Â
Sir Alex datang ketika MU tengah menukik dibawah, untuk kemudian membawa klub itu menjadi yang terbaik di Inggris bahkan dunia. Pelatih hebat itu bukanlah pelatih yang ketika dia datang sudah memperoleh skuad jadi dan bertabur bintang, kemudian jadi juara.Â
Melainkan pelatih the best itu adalah dia yang membangun tim dari awal untuk lalu berjaya. Sebab saya penganut paham "hidup ini perlu proses dan perjuangan", yang jika kemudian berhasil maka sungguh kenikmatan dan kebanggaan tiada tara.
Pernah di awal musim 1995/96, Sir Alex dikritik tajam oleh Alan Hansen, seorang pandit BBC yang mantan pemain Liverpool. "Anda tidak akan memenangkan apa-apa jika hanya mengandalkan sekelompok anak-anak," sindir Hansen ketika MU kalah 1-3 dari Aston Villa di laga perdana.Â
Tapi Sir Alex tak bergeming dan tetap mengandalkan sekumpulan pemain muda berbakat dari akademi sepakbola mereka sendiri. Apa yang terjadi di akhir musim 1995/96?Â
Setan Merah merengkuh gelar ganda, Liga Premier dan Piala FA! Sekelompok anak muda itu kemudian terkenal dengan julukan 'Class of '92' dan 'Fergie Babes', dengan nama-nama yang nantinya beken dan melegenda, seperti: David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes, Gary Neville, Philip Neville, dan Nicky Butt. Mereka berkembang menjadi tulang punggung kesuksesan MU mendominasi sepakbola Inggris.
Lalu contoh lain, jangan lupakan Wayne Rooney dan Cristiano Ronaldo. Dibeli MU saat remaja, mereka tumbuh dari ' nobody" menjadi 'somebody" hingga saat ini. Namun sebagai manusia, Sir Alex juga pernah melakukan blunder pada sosok Gerard Pique dan Paul Pogba yang tersia-sia tapi justru bersinar di klub lain.
Ketiga, Sir Alex menganut paham bahwa kepentingan tim adalah diatas segalanya. Tidak ada pemain yang lebih besar dari klub itu sendiri. Jika sudah ada pemain yang mulai bertingkah dan dikira-kira akan mengganggu harmonisasi ruang ganti, maka dipersilahkan keluar walaupun pemain tersebut hebat.
Ambil contoh kasus Jaap Stam yang menulis autobiografi; gaya hidup David Beckham yang berujung insiden sepatu terbang; Roy Keane yang mengkritik rekan-rekan se-timnya didepan umum, atau Cristiano Ronaldo yang mulai tak betah karena digoda Real Madrid. Mereka boleh pergi, tapi MU tetap jadi klub besar.
Sir Alex menunjukkan bahwa dia adalah 'The Boss'- sang pemimpin. Tapi sebaliknya, pria Skotlandia itu menyukai pemain yang loyal dan tidak berulah, macam Paul Scholes, Ryan Giggs, dan Garry Neville.