Saya tulis surat ini karena setiap hari saya dihantui rasa bersalah. Alangkah sulitnya saya menjawab pertanyaan anak-cucu saya kelak jika mereka menanyakan apakah saya telah menjadi orang tua yang bertanggung jawab untuk melindungi hak mereka di negara tempat mereka dilahirkan?
Bapak Presiden Yang Terhormat,
Kejaksaan Pati telah enam kali ini mengembalikan berkas kejahatan Bank CIMB niaga dengan berbagai alasan yang bertentangan dengan logika hukum. Alasan yang sangat tidak masuk akal, terlalu dipaksakan dan sangat menghina akal sehat saya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Saya bingung dengan kelakuan para penegak hukum di Lembaga Kejaksaan Negeri Pati yang menangani kasus kejahatan Bank CIMB Niaga ini.
Di satu sisi, Kepolisian bersikukuh pada pendiriannya bahwa sudah cukup alat bukti. Sementara di sisi lain, Kajari Pati, Kusnin, berani pasang badan untuk menyatakan tidak cukup bukti. Jauh sudah kepastian hukum yang kami harapkan. Dua institusi negara saling lempar tanggung jawab dan saya, rakyat jelata, seperti pelanduk yang terkapar di antara dua gajah.
Bapak Presiden Yang Terhormat,
Kemana kami ini harus mengadu jika lembaga penegak hukum yang sah dan diakui sebagai institusi resmi negara tidak bisa memberikan kepastian hukum atas hak rakyatnya. Hampir 5 tahun kasus ini terkatung-katung tanpa kejelasan kapan akan selesai. Kajari Pati, Kusnin, berpendapat bahwa Bank CIMB Niaga sudah benar. Padahal faktanya, surat administrasi persyaratan pengajuan kredit dinyatakan oleh Labkrim Mabes Polri mengandung unsur pemalsuan. Tanggal pengesahan kredit pun lebih dulu ditanda tangani daripada tanggal surat administrasi yang di palsukan. Kemudian, sertifikat tanah pun tidak bisa kami miliki secara sah karena pengadilan menyatakan ganda. Bagaimana bisa fakta-fakta tersebut terabaikan begitu saja. Saya yakin, Kajari Pati sangat paham tetapi masih saja mengatakan Bank CIMB Niaga sudah benar. Sungguh ironis, sangat bertolak belakang dengan semangat Bapak Presiden yang selalu mengkampanyekan penegakan hukum yang cepat, tepat untuk melayani dan mengayomi rakyat. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Sungguh berbeda antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang terjadi dalam kenyataan. Jauh berjarak antara apa yang diperlukan dan apa yang tersedia. Bertolak belakang antara harapan dan kenyataan.
Akhirnya, Bapak Presiden Yang Saya Hormati. Jangan salahkan kami, jika rakyat jelata yang katanya adalah majikan di negara demokrasi ini mulai tidak percaya dengan lembaga hukum di negeri ini. Berarti apa yang saya dengar selama ini benar bahwa hukum di Indonesia berdasarkan KUHP dan UUD alias Kasih Uang Habis Perkara dan Ujung Ujungnya Duit. Alangkah rendah martabat bangsa yang katanya besar ini.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H