Mohon tunggu...
Pendidikan

Infrastruktur dan Relevansinya dengan Pemikiran Abu Yusuf

12 Desember 2018   20:48 Diperbarui: 12 Desember 2018   20:57 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pembangunan infrastruktur merupakan kegiatan suatu negara dalam upaya penyediaan fasilitas publik. Umumnya pengadaan sarana infrastruktur dijalankan oleh pemerintah, meskipun ada juga beberapa proyek yang dilakukan oleh pihak swasta.

Dalam ekonomi makro, pengadaan sarana infrastruktur masuk dalam pengeluaran pemerintah. Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, saluran irigasi, kanal, serta sarana dan prasarana lain yang ditujukan bagi kepentingan publik. Sehingga dapat dikatakan pembangunan infrastruktur sejatinya adalah peran pemerintah. Karena infrastruktur identik dengan barang publik, walaupun ada beberapa infrastruktur yang tidak bisa dikatakan sebagai barang publik.

Dalam ilmu ekonomi konvensional, barang publik adalah barang yang memiliki karakteristik: inklusif atau milik bersama, orang tidak perlu bersaing untuk mendapatkannya, dan tidak ada yang boleh melarang dalam mengaksesnya. Suatu barang mempunyai harga jika memiliki marginal cost atau pertambahan biaya, sehingga harga barang = marginal cost. Marginal cost barang publik adalah nol, oleh karena itu harganya sama dengan nol. Contoh, misalnya harga jalanan (biaya pembuatan jalanan yang berasal dari pendapatan di APBD/APBN, yang sebagian besar bersumber dari pajak) satu kilometer adalah empat milyar. Apabila satu orang menggunakan atau mengonsumsi jalanan satu kilometer tersebut berarti konsumsi dia adalah empat milyar. Jika dua orang mengonsumsi jalanan satu kilometer tersebut, tetap mengonsumsi empat milyar. Jika tiga, empat, ratusan bahkan ribuan orang mengonsumsi jalanan satu kilometer tersebut, tetap mengonsumsi empat milyar. Dapat disimpulkan berapapun konsumsi terhadap jalanan satu kilometer tersebut tidak ada pertambahan biaya (marginal cost) yang dikenakan atasnya .Dimana empat milyar tersebut adalah harga atau biaya pembuatan jalanan satu kilometer yang bersumber dari sebagian besar pajak masyarakat atau dengan kata lain marginal costnya adalah nol, biaya yang dibutuhkan untuk berapapun konsumsi jalanan tersebut tetap empat milyar.

Dari penjelasan di atas, maka penyediaan barang publik adalah peran pemerintah. Bagaimana dengan pandangan pemikir ekonomi Islam terhadap hal ini ? Adalah Abu Yusuf, seorang tokoh ekonomi Islam yang memiliki gagasan bahwa pengadaan barang-barang publik atau umum, di zaman nya adalah proyek-proyek irigasi di sungai-sungai besar dan manfaatnya untuk kepentingan umum, maka harus dibiayai oleh keuangan negara. Apabila barang tersebut bersifat umum, maka pelarangan atas seseorang untuk memanfaatkan barang tersebut tidak boleh dilakukan.

Dalam cakupan pemenuhan pelayanan publik, beliau mendesak para penguasa yang merupakan bagian dari tanggung jawab negara. Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Penekanan pentingnya memenuhi kebutuhan rakyat dan mengembangkan proyek yang bertujuan kepada kepentingan umum menjadi bahasan utamanya. Menurut beliau negara bertanggung jawab untuk memenuhi pengadaan fasilitas infrastruktur agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat, serta pertumbuhan ekonomi. Ia berpendapat bahwa biaya yang dibutuhkan untuk proyek publik harus ditanggung negara, namun beliau menegaskan jika proyek tersebut hanya menguntungkan kelompok tertentu maka biaya proyek akan dibebankan kepada mereka, dan pernyataan ini muncul ketika ia berkomentar pada proyek pembersihan kanal pribadi.

Dalam Islam, diakui adanya kepemilikan umum ( al milkiyah al amah / collective property ) dan kepemilikan negara ( state property ). Para ahli fikih mendefinisikan yang dimaksud dengan kepemilikan umum meliputi, pertama : fasilitas yang menjadi kebutuhan umum masyarakat seperti air, padang rumput, jalan-jalan umum. Kedua : barang tambang, seperti tambang minyak dan gas bumi, batubara. Ketiga : sumber daya alam yang bentukan materinya sulit untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, danau.

Lantas bagaimana halnya dengan swastanisasi penyediaan sarana infrastruktur ? dalam hal ini terdapat berbagai kepentingan untuk menggeser peran pemerintah sebagai penyedia infrastruktur kepada peran swasta. Swastanisasi sebetulnya bukanlah hal yang semestinya ditakuti atau dihindari, karena tidak menutup kemungkinan pemerintah juga membutuhkan jasa swasta.

Yang perlu menjadi perhatian adalah, bagaimana pemerintah mampu untuk menyeimbangkan kondisi dimana sarana infrastruktur yang dibuat oleh pihak swasta tetap dapat dinikmati oleh seluruh warga negara nya, tidak memandang golongan atau status. Maka dari itu tetap diperlukan peran pemerintah sebagai regulator yang berfungsi untuk mengeluarkan kebijakan terhadap penggunaan sarana infrastruktur.

Masyarakat juga harus mempunyai kesadaran untuk memelihara sarana infrastruktur sebagai barang publik milik bersama, yang harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Sehingga kenyamanan penggunaan sarana publik bisa dirasakan dampaknya oleh semua orang. ( sarrah fitrianni fathurochman ).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun