Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Hari Guru untuk Diriku

25 November 2020   20:53 Diperbarui: 25 November 2020   21:01 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai asisten dosen, saya tidak setiap hari masuk kantor karena posisi saya bukanlah karyawan disitu, hanya membantu saja. Saya juga tidak mendapatkan pendapatan yang pasti. Saya mendapatkan pendapatan hanya jika saya membantu dosen saya. Bisa satu bulan hanya 2 minggu atau bahkan kadang satu bulan saya tidak bekerja.

Dosen saya bilang bahwa tugas saya bukanlah bekerja, tapi belajar agar kelak bisa menjadi dosen menggantikan beliau. Hal-hal yang harus dipersiapkan agar menjadi dosen adalah ada hasil penelitian (tulisan) kita yang terbit di jurnal ilmiah, nilai toefl kita di atas 600, dan tes potensi akademik di atas 500.

Jujur saya terasa bosan dengan hidup saya selama 2 tahun itu karena saya harus belajar demi mempersiapkan itu semua. Sedangkan dipikiran saya saat itu saya hanya ingin bekerja dan memiliki pendapatan yang pasti. Saya iri dengan teman-teman saya yang menjadi guru. Saya merasa terbebani dan kurang bersosialisasi karena setiap hari harus mengurung diri di kamar untuk belajar jika tidak ada pekerjaan, juga karena saya merasa saya adalah seorang pengangguran.

Saya pernah merasa stress, takut dengan masa depan, takut mengecewakan banyak orang, takut menjalani kehidupan hari esok, dan saya selalu ingin melarikan diri. Saya hanya curhat kepada kakak saya yang ada di Jakarta, hanya dia yang sering saya ajak bicara tentang kondisi saya. Saya tidak berani bilang kepada kedua orangtua saya karena mereka telah berharap terlalu tinggi kepada saya.

Akhirnya saya melewati masa wisuda S2 saya di bulan Juni 2019. Saat itu dosen pembimbing saya tersebut memberi saya saran (tapi bagi saya lebih tepatnya adalah menyuruh saya) untuk langsung mengambil S3. Untuk menjadi dosen di kampusku memang ini adalah syaratnya. Jujur saya semakin terbebani. Saya sering menyesali diri kenapa dulu saya menerima tawaran untuk menjadi asisten dosen. Saya tahu bahwa tidak ada yang salah, tetapi saya sadar bahwa ini bukan kemauan saya.

Hingga akhirnya di akhir tahun 2019 saya di keluarkan dari grup whatsapp "pengawas ujian" dengan alasan sudah tidak membutuhkan saya lagi karena ada pengawas baru. Hari itu rasanya saya ingin menangis, antara senang atau sedih, saya tidak tahu. Senang karena akhirnya saya harus mengakhiri masa-masa kecanggungan saya berhadapan dengan dosen-dosen lain sesama pengawas, dan sedih karena saya benar-benar pengangguran. Tapi saya merasa lebih merdeka.

Hari itu juga saya berkemas dari kost-kostan saya dan pulang ke Wonogiri. Saya merasa lebih lega karena akhirnya saya bisa menentukan keinginan saya sendiri.

Hari-hari saya lewati. Dosen saya tidak menghubungi saya lagi. Saya mulai melamar ke sekolah-sekolah di Wonogiri. Saya bertanya kepada tetangga-tetangga saya, saya mendapat kabar bahwa bu Sri Marmiyati telah pensiun dan belum ada guru pengganti. Memasuki tahun ajaran baru saya pun melamar ke sekolah saya tersebut, dan melamar ke MI swasta dekat rumah saya yang baru 3 tahun berdiri.

Di sekolah negri tempat saya sekolah dulu ternyata saya langsung diterima. Sayangnya di sana banyak guru honorer yaitu 8 orang, dan hanya 1 yang PNS. Saya juga belum diberi SK mengajar, belum tanda tangan kontrak, tidak diberi tahu berapa honor saya.

Selang 1 bulan kemudian ketua yayasan MI yang saya lamar menghubungi saya. Saya diterima di sekolah tersebut tapi mengajar TK. Tadinya saya ragu karena saya belum pernah menghadapi anak kecil, dan tidak pernah ada bayangan untuk mengajar taman kanak-kanak. Tapi akhirnya saya memantapkan diri untuk menerima, memulai belajar hal baru, dan lebih membuka diri dengan dunia anak-anak. Saya pun keluar dari SD tersebut karena di TK tidak boleh doble di sekolah lain.

Saat ini, saya bersyukur dengan keputusan saya waktu itu. Saya bersyukur telah memilih untuk kembali ke desa, mengajar di TK, dan mengajar anak-anak desa saya di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun