Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Jaka Kendhil dan Gamelan Lokanantha

29 September 2017   13:35 Diperbarui: 29 September 2017   13:37 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit sore ini tampak mendung menggantung begitu tebal. Mbok Sumi yang lebih dikenal sebagai Mbok Randha desa Dadhapan menyenderkan tubuh rentanya ke dinding bilik yang sudah mulai lapuk. Anak satu-satunya baru saja berangkat ke kadipaten untuk mengikuti sayembara yang diadakan.

"Mbok, ijinkan aku sekali ini saja untuk menggapai angan!" pinta pemuda berumur dua puluhan itu.

"Permintaanmu sangat mustahil, Le. Kita dari kasta Sudra, jangan punya mimpi melebihi takdir kita." sahut Mbok Randha perlahan.

"Percayalah padaku Mbok! Dengan restu Dewa dan Simbok aku akan berhasil menghadapi semua rintangan." rajuk pemuda itu kembali.

"Baiklah Le, tapi jika kamu gagal jangan menyesali kegagalanmu, kembalilah pada Simbok dan kembali menjadi dirimu sebelumnya." kata Mbok Randha seraya mengelus kepala anak semata wayangnya yang tidak ditumbuhi rambut sehelaipun itu.

Pemuda bertubuh tegap dan berkulit gelap karena terbakar matahari itu membungkukkan badannya, mencium kaki Simboknya sebelum akhirnya dia meraih  buntalan kain berisi baju ganti dan melangkahkan kakinya menuju kadipaten.

***

Kembali Mbok Randha menghela nafas panjang, ingatannya melayang ke masa dua puluh tahun yang lalu, saat suaminya meninggalkannya tanpa warisan apapun. Kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan membuat Sumi yang masih cantik di usia awal empat puluhan tampak sepuluh tahun lebih tua. Kondisi itu pula yang membuat suaminya tak tertolong ketika menderita sakit. Tidak adanya uang untuk membayar obat pada tabib membuatnya hanya merawat suami di rumah dengan meramu sendiri tanaman obat yang dia cari ke tengah hutan. Tapi takdir menentukan lain, suaminya meninggal setelah berbulan-bulan tidak dapat bangun dari tempat tidur.

Sepeninggal suaminya, Sumi yang kemudian dipanggil sebagai Mbok Randha mengingat status yang menjanda, melanjutkan hidup sebatang kara. Tidak pernah sedikitpun dia iri dengan para tetangga yang lebih mampu darinya. Dia memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menjual kayu bakar dan daun pisang yang dicari ke tengah hutan. Sampai suatu siang, sepulang dari hutan Mbok Randha ketiduran karena kecapekan. Dia bermimpi bulan jatuh ke dalam pangkuannya. Mbok Randha tersentak bangun, hatinya sangat masygul memikirkan arti mimpi yang dialaminya.

Keesokan harinya, saat ke pasar menjual daun pisang dan kayu bakar, ada keramaian yang menarik langkahnya mendekat. Ternyata ada peramal dari kota yang datang, Mbok Randha memberanikan diri untuk bertanya arti mimpinya kemaren siang.

"Tuanku peramal, kemaren siang aku bermimpi kejatuhan bulan tepat di pangkuanku. Mohon petunjuk wahai Tuan peramal, apakah arti dari mimpiku?" tanya Mbok Randha seraya mengangsurkan sekeping koin tembaga hasil penjualan hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun