Galungan tiba setiap 210 hari sekali, di saat Buda Kliwon Dunggulan. Galungan merupakan simbol kesadaran kita akan jati diri sebagai umat manusia. Senjatanya adalah dengan pengetahuan, kesadaran akan kebijakan dan kedewasaan umat manusia untuk selalu berlaku bajik dan arif.
Dengan berbagai cara, orang menyambut dan menjalani Hari Suci ini. Beragam simbol terkait dengan Galungan, beragam upacara serta upakara terlibat, beragam ritual dan gaya terpapar, beragam makna pula yang digelar ...
Dari Penjor, Banten, Lawar, Penampahan, Manis, dan semua tentang Galungan. Dari Mebat, nanding banten, megibung, menyameberaye, numpeng, ngae base, munjung, ngejot, dan entah berapa banyak lagi istilah serta cara yang ada. Semua disesuaikan dengan Desa, Kala dan Patra, keselarasan Tri Hita Karana.
Upacara ini disertai dengan menghaturkan berbagai jenis bubuh sebagai bagian dari isi banten yang dihaturkan. Bubuh putih untuk jenis tanaman umbi-umbian. Bubuh bang (merah) untuk padang-padangan/pasture/tanaman jenis rumput/pakan ternak/kacang-kacangan. Bubuh gadang (hijau) untuk jenis tanaman yang berkembangbiak secara generatif, seperti pisang, bubuh kuning untuk jenis pohon yang berkembangbiak secara vegetatif.
Rangkaian upacara juga dengan menyerukan kalimat "Dadong, Dadong. I Pekak anak kija? I Pekak ye gelem. I Pekak gelem kenape, Dong? I Pekak gelem. Nged, Nged, Nged". Hal ini menjadi simbol upaya agar tanaman berbuah dengan lebat sehingga hasilnya bisa dipergunakan sebagai bahan upacara Galungan dan Kuningan. Tumpek Wariga juga merupakan wujud cinta kasih manusia terhadap tumbuh-tumbuhan.
Tumpek Wariga disusul dengan Sugihan Jawa. Sugihan Jawa dilangsungkan pada hari Kamis, Wrespati Wage Sungsang. Sugihan Jawa bermakna Penyucian di bagian luar. Pembersihan di jaba. Penyucian Buana Agung, lingkungan sekitar, di luar diri.
Pada hari ini umat Hindu melaksanakan upacara Mererebu atau Mererebon. Ngerebon berupaya menetralisir berbagai hal yang bersifat negatif. Hal ini dilakukan dengan pembersihan merajan dan lingkungan rumah, termasuk Pura Kahyangan Tiga dengan menghaturkan banten.
Sehari setelah Sugihan Jawa adalah Sugihan Bali. Sugihan Bali merupakan penyucian atau pembersihan Buana Alit. Dengan melukat, menghaturkan banten, bersembahyang, bermeditasi, kita bersiap akan datangnya Galungan.
Masyarakat Hindu menyakini bahwasanya kita harus senantiasa mampu mengendalikan diri, berupaya untuk senantiasa fokus, sehingga tidak tergoda oleh Sang Butha Dunggulan, memusatkan konsentrasi terhadap pelaksanaan Galungan.