Mohon tunggu...
dadi kristian
dadi kristian Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan dan Petani, menyukai ekonomi

hanya seorang penanam tomat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Natal Lebay

27 Desember 2014   00:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:24 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jika mengucapkan selamat dan menghadiri perayaan natal adalah hal yang baik bagi umat Islam, tentu Nabi Muhammad SAW telah melakukannya terlebih dahulu. Bukankan ketika Nabi SAW masih hidup beliau terbiasa berinteraksi dengan umat keristen. Saat itu di Mekah dan di Madinah telah ada pemukiman keristen bahkan negara adidaya saat itu , Romawi, beragama Keristen. Nabi SAW tidak pernah mengucapkan selamat natal, khulafur rasyidin pun tidak pernah, para sahabat tidak pernah, bahkan empat imam besar, Imam Malik, Syafii, Hanbali, dan Hanafi melarang mengucapkan natal dan menghadiri perayaannya.

Lalu kenapa kita harus lebih mendengarkan orang-orang seperti Gusdur, Said Agil Siradj, dan Din Syamsudin?, bisakah “kepakaran” mereka bertiga dibandingkan dengan Nabi SAW dan para sahabatnya?

Ada yang berpendapat: “Bukankah umat keristen juga selalu mengucapkan selamat idul fitri?, wajar donk kalau umat Islam mengucapkan natal juga”.Pertama :orang Islam tidak pernah meminta orang keristen mengucapkan selamat idul fitri. Kedua: idul fitri dalam Islam tidak bisa dibandingkan dengan Natal pada umat keristen. Idul Fitri bukanlah tonggak agama Islam, bahkan idul fitri sama sekali tidak penting bagi orang Islam (yang lebih penting puasanya) tradisi idul fitri sekarang tidak ada hubungannnya dengan ajaran Nabi SAW, tonggak penting ajaran Islam adalah Nuzulul Quran, yaitu hari dimana turunnya Quran, Quran adalah Firman Alloh SWT, seperti umat keristen menganggap yesus adalah firman tuhan. Jadi kalau mau adil ucapkanlah selamat nuzulul Quran dan ikut bergembira atas turunnya Quran.

Natal selalu heboh, televisi yang terus menerus menayangkan program bertema natal, berita mengenai polisi dan TNI yang bersiap siaga mengamankan natal, seakan-akan Indonesia adalah tempat paling tidak aman di dunia, serta jemaat gereja Yasmin yang selalu mencari sensasi dengan beribadat di depan Istana dan diliput media, jangan lupa para karyawan di mall yang dipaksa memakai baju santa. Jadinya lucu, pakai kerudung, tapi pakai topi santa. Juga munculnya ulama dan cendekiawan muslim gadungan yang menfatwakan bolehnya mengucapkan selamat hari raya natal bahkan menghadiri perayaannya. Tidak jelas “cendikiawan muslim” tersebut belajar agama dimana, berapa tahun belajar Islam dan siapa gurunya. Aneh, kompas menyebut orang-orang seperti Gunawan Muhammad dan ulil sebagai “cendekiawan Islam”. Padahal untuk bisa disebut ahli/sarjana hukum seseorang harus lulus perguruan tinggi terakreditasi dan lulus ujian profesi. Orang hukum bisa marah kalau orang yang tidak jelas asal usulnya tiba-tiba mengaku sebagai lawyer.

Jadi apakah menolak mengucapkan natal sebagai tanda intoleransi?. Tentu saja tidak, toleransi bisa diwujudkan dengan cara lain asal tidak berbenturan dengan aqidah. Memberikan kesempatan pada orang keristen beribadah dengan tenang, berbuat baik pada hal-hal keduniawian, tolong menolong , jaga rumahnya ketika mudik natal, tapi tidak dengan mengucapkan natal danikut merayakannya, cukup ucapkan selamat liburan bro.

Dan apakah orang keristen sangat ingin diberikan ucapan natal? Belum tentu juga. Siapa yang bilang orang keristen ingin diberi ucapan selamat natal.

Hal lain yang paling konyol dari tema toleransi adalah doa bersama. Pemuka agama dari Islam, Keristen, Budha, dan Hindu berkumpul dalam satu ruangan berdoa, masing-masing mengaminkan doa yang lain. Menurut saya itu adalah hal yang paling konyol dalam spiritualitas, Apakah yesus atau syiwa tidak marah ketika umatnya mengaminkan doa kepada tuhan lain. Tapi doa bersama dan menghadiri ibadah agama lain tampaknya akan terus menjadi tren kekonyolan dalam toleransi beragama.

Jadi …cukup ucapkan #selamat libur bro!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun