Mohon tunggu...
Frengki Nur Fariya Pratama
Frengki Nur Fariya Pratama Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pecinta naskah Jawa di Sradhha Institute, berdikusi sastra di Komunitas Langit Malam.

Menjadi Insan yang mampu berkontribusi terhadap negara dan masyarakat adalah ideologis manusia yang menghamba kepada Sang Khaliq

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Untuk Kendaraan Politik, Gerakan Pramuka Kecolongan?

25 Januari 2019   23:52 Diperbarui: 26 Januari 2019   00:04 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot surat dari Kwarda Jatim (kiri) dan Kwarnas (Kanan) diperoleh dari group WA Humas Racana Se-Indonesia

Tanggal 10-20 Agustus 1955 Jambore Nasional Pandu pertama diselenggarakan. Bertempat di Karang Taruna, Ragunan, Pasar Minggu. Hadir sekitar 6.000 orang Pandu dengan lebih dari 82 macam organisasi Kepanduan. Padahal, organisasi kepanduan yang tergabung dalam IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia) hanya 66 oragnisasi kepanduan. Lonjakan jumlah organisasi kepanduan ini dipandang aneh oleh para Pandu  (Patah Tumbuh Hilang Berganti, Kwarnas 1987: 48).  Keanehan seperti apa?

Ketika gelaran pertama pemilihan umum tahun 1955 jamak ditemui anggota pandu berseragaman lengkap mengikuti kampanye, mendukung partai tempatnya bernaungnya. Hal ini dipandang sebagai gelaja menurunnya sikap seorang Pandu. Terutama sikap menjaga persatuan dan disiplin pribadi. Persaingan antara pandu, mengancam cita-cita berdiri bersama menjaga kesatuan dan ideologi bangsa.

Di tahun 1959, adanya gejala terpecahnya organisasi kepanduan, Aziz Saleh dan Sultan Hamengku Buwana IX bertekad untuk menyatukan semua organisasi kepanduan dalam satu wadah. Sultan Hamengku Buwana IX mengusulkan rnama Pramuka. Ide ini pun bukan tanpa hambatan.

Golongan kiri memanfaatkan ide pendirian Pramuka yang di sampaikan Presiden Soekarno di Semanggi  (1959), sebagai momentum pendukung untuk meruntuhkan organisasi kepanduan. Yang mereka anggapan tidak relevan dan tidak disukai rakyat Indonesia. Harus segera diganti dengan Pramuka, yang ingin mereka sisipan konsep Pionir Muda, nama gerakan anak dan pemuda di negara komunis.

Desas-desus itupun tercium. Saat rapat pembahasan re-organisasi kepanduan Indonesia bersama Menteri Prijono, Sultan Hamengku Buwana IX dan Aziz Saleh. Kecurigaan itu diketahui Aziz Saleh lewat usulan Prijono mengenai nama Pioner Muda. Prijono pun hendak merubah kacu (dasi) pandu dengan warna merah (Sri Sultan: Hari-Hari Hamengku Buwana IX, Pustaka Utama Grafiti 1988:48-51).

Aziz Saleh lalu membocorkan usulan Prijono kepada Federasi Kepanduan. Serta mengusulkan kepada Federasi Kepanduan melebur. Dengan maksud, mencegah usulan Prijono. Sehingga pada rapat IPPINDO, Aziz Saleh mendesak penyesuaian Kepanduan Indonesia dengan kondisi Indonesia yang sudah merdeka. Demi menghalau pembuangan asas-asas kepanduan secara total. Nantinya, usulan itu disetujui oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX, yang selanjutnya disampaikan kepada Presiden Soekarno. 

Namun, secara diam-diam Prijono menyodorkan draft usulan konseptual kepada Presiden Soekarno, untuk segera ditandatangani. Tanpa sepengetahuan tim penyusun re-organisasi Kepanduan Indonesia.  Presiden Soekarno tidak menaruh kecurigaan, dan mengira draft itu hasil dari perumusan tim.

Aziz Saleh pun mengetahui tindakan Prijono. Dengan tergesa-gesa, Aziz Saleh yang baru datang dari Surabaya segera menemui Presiden Soekarno yang saat itu berada di Mobil. Aziz Saleh menerangkan duduk perkaranya. Dan akhirnya Presiden Soekarno membatalkan draft yang telah disetujinya.

Saat Menteri Prijono dan Presiden Soekarno berada di luar negeri, Aziz Saleh, Sri Sultan Hamengku Buwana IX beserta tim, berhasil menyelesaikan draft konseptualnya. Draft itulah yang nantinya ditandatangani oleh Ir. Djuanda.

Skema dramatis pun tak berhenti situ. Draft itu menuai protes Prijono, sekembalinya dari luar negeri. Prijono memimnta agar janji yang tercantum dalam draft, janji kepada negara didahulukan ketimbang janji kepada Tuhan. Akhirnya Presiden Soekarno mengambil jalan tengah, usulan Prijono dicoba terlebih dahulu. Namun, saat di dalam Mobil Sri Sultan Hamengku Buwana IX berkata, draft tak akan dirubah. Dan tak setuju, jika asas Pramuka disamakan dengan konsep Pioner Muda.

Hingga, kata Pramuka digunakan dalam anggaran dasar yang ditanda tangani Ir. Djuanda untuk mengganti kata kepanduan. Untuk mengatasi penyamaan Pramuka dan Pioner Muda, kata Pramuka diakali seolah-olah singkatan dari Praja Muda Karana. Ide itu berasal dari mahasiswi Fakultas Sastra UI bernama Soemartini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun