Dulu ketika kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya, saya paling "neg" lihat orang cina Surabaya. Mungkin saat itu darah muda saya masih menyala-nyala dan kurang berfikir dalam. Ketidaksukaan saya pada masa itu adalah :
1. Cina surabaya borju-borju (apalagi yang sekolah/kuliah di sekolah majoriti cina)
2. Cina surabaya suka memakai bahasa jawa/bahasa indonesia cara mereka sendiri yang membuat rusaknya bahasa.
3. Cina surabaya eklusifme-nya terlalu tinggi.
4. Cina surabaya sebagai pendukung utama agama tertentu.
Seiring bertambahnya usia dan bertambahnya wawasan, saya mencoba mengoreksi pemahaman muda saya. Kenapa harus merasa "neg"? Padahal rasa itu muncul akibat ketidakberdayaan diri dan merasa minder dengan mereka.
Ketika saya merantau ke Batam, dan bekerja di salah satu perusahaan multinasional milik orang singapura. Saya mulai menyadari, bahwa tidak semua cina itu begitu seperti pemahaman saya awal. Terutama setelah saya menyelami kehidupan cina di Malaysia/Singapura/Batam, hmmm ternyata orang Cina seperti kita juga. Biarpun mereka lebih "cina" dari cina surabaya, maksudnya lebih mendarah-daging adat-budaya cina , tetapi kekeluargaan dengan bumiputera terasa erat. Entahlah.....
Tapi saya membuat suatu opini, kenapa Cina di Kepri khususnya Batam lebih erat, dengan bumi putera?
1. Kekayaan tidak terlalu mencolok, memang ada yang kaya tapi banyak juga yang biasa-biasa dan miskin
2. Banyak buruh-buruh pabrik/toko adalah orang cina yang senasib dengan orang bumiputera
3. Tidak ambil pusing masalah agama, sehingga sensitivitas agama dengan penduduk asli tidak terasa...