Mohon tunggu...
Hikmatullah
Hikmatullah Mohon Tunggu... Relawan - Pembelajar

Manusia Tanpa Bakat Istimewa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran Cinta, Persahabatan, dan Kehidupan dari Kartini

21 April 2019   20:16 Diperbarui: 21 April 2019   20:24 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raden Ajeng Kartini adalah salah satu tokoh pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan kaum wanita (emansipasi) khususnya, serta menginsipirasi perjuangan bangsa Indonesia pada umumnya. Perjuangan Kartini selama hidupnya adalah untuk meningkatkan persamaan derajat Antara kaum laki-laki dan perempuan. Kartini pun sangat menolak adanya sistem patriarki yaitu memposisikan wanita sebagai orang nomor dua dalam sistem sosial kehidupan.

Perlu diketahui bahwa dalam paradigma patriarki, wanita dianggap sebagai manusia nomor dua, harus dirumah saja, tak boleh berpendidikan tinggi, berkarir dan harus mengabdi saja pada suami. Sedangkan laki-laki adalah kaum yang unggul, boleh jadi apa saja, melakukan apa saja dan pulang jam berapa saja. Saya kurang sepakat dengan cara berpikir seperti itu.

Cara berpikir patriarki dipengaruhi oleh kebudayaan yang terlalu menganggap tinggi kaum laki-laki, padahal manusia diciptakan sama dan setara. Bahkan derajat seorang ibu (wanita) mempunyai keutamaan yang tidak diragukan lagi dalam ide Nabi Saw.

Namun pada kenyataannya, sebagian besar wanita (remaja) masih terjerat dalam cara berpikir seperti diatas dan sangat terhegemoni oleh kaum laki-laki. Hal tersebut bisa dilihat dari sikap dan tingkah laku (wanita) yang selalu diatur dan diawasi padahal itu hanya sebatas pacaran.

Harus sama-sama kita sadari bahwa kebudayaan, cara pandang dan aturan seperti itu sengaja di buat dan di setting sedemikian rupa hanya untuk sebuah keuntungan dan kepentingan. Inilah yang disebut dengan penjajahan pikiran.

Dan hal seperti inilah yang kemudian dengan sadar diperjuangkan oleh Kartini sepanjang hidupnya. Meskipun dalam sikap dan tindakan kurang tegas karena adanya ikatan pernikahan yang dipingit.

Jadi pilihlah jodohmu secara mandiri, wanita pilihlah laki-laki yang memerdekakan. Hindari laki-laki yang membuat kalian seperti narapida dan objek yang diatur. Jangan sampai terjebak pada cinta yang tidak mendewasakan. Cinta itu bukan penganggapan seseorang menjadi milik, bukan tentang siapa mendapatkan apa atau apa dimiliki siapa. Tapi cinta tentang penawaran untuk sama-sama saling memerdekakan dan mengajak pada kemajuan dan kebahagiaan.

Begitu pula dengan persahabatan. Ikatan persahabatan yang ditawarkan haruslah abadi, bukan sekedar ketawa "haha-hihi" sepanjang malam ditempat karaoke atau hiburan. Dalam persahabatan tidak ada hierarki yang terbangun, apapun status sosialnya diantara persahabatan harus sama dan sederajat, sama-sama terlahir dari Rahim leluhur yang satu dan kita semua terhormat sebagai seorang manusia. Maka disaat yang lain menghabiskan waktunya dengan kesenangan yang menipu, kita kuras waktu kita untuk penderitaan yang mulia.

Hidup kita pada akhirnya adalah hidup kita, disaat orang lain runtuh dan tergeletak dalam putus asa, kita memilih untuk tetap berdiri dan lanjutkan perjuangan. Orang boleh saja menyerah disaat sulit, tapi yang mereka dapatkan hanya pelajaran tentang kegagalan, mereka tidak akan pernah tahu arti dari kesuksesan. Luka dalam mengejar kesuksesan jauh lebih romantis dari pada tawa dalam kepura-puraan.

Hidup memang sengaja tercipta penuh tantangan dan rintangan, tapi itu bukanlah alasan untuk lari dari kenyataan. Semua itu menjadi madrasah agar kita terdidik menjadi manusia yang kuat, merdeka, bijaksana dan tahu kapan waktunya tertawa maupun menangis. Sehancur-hancurnya semangat dan keberanian, mari kita pungut, genggam dan tata kembali. Itulah sebuah proses. Tinggalkan perkataan-perkataan yang menghina, jauhi orang-orang yang pesisimis, sebab peradaban hari ini dibangun oleh mereka orang-orang yang percaya akan perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun