Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Bad Genius", Ketika Moral dan Impian Berbenturan dengan Uang

27 Juni 2018   12:38 Diperbarui: 27 Juni 2018   13:59 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bad Genius| Sumber: philstar.com

Setelah beberapa kali direkomendasi untuk menonton film Bad Genius, akhirnya kemarin saya menontonnya juga melalui aplikasi menonton film lewat handphone. Saya menonton dengan ekspektasi yang cukup tinggi akibat review bagus dari teman-teman saya. Dan saya tidak kecewa.

Nattawut Poonpiriya selaku sutradara benar-benar menaikkan standar film Asia Tenggara melalui film ini. Bad Genius bercerita tentang Lynn, seorang pelajar SMA berprestasi yang terjebak di antara idealisme mendapatkan pendidikan terbaik dan keuangan yang minim. Berawal dari memberikan contekan kepada sahabat karibnya, Lynn masuk dalam lingkaran bisnis contekan bernilai ratusan ribu Baht (ratusan juta bila dirupiahkan). 

Sekali lagi, dilemma antara idealisme untuk menjunjung tinggi kejujuran dengan sulitnya hidup dalam kemiskinan harus dihadapi Lynn ketika ia mengajak Bank, rekan sesama pelajar berprestasi di sekolahnya, untuk ikut bergabung membantunya membuat contekan pada ujian STIC (alias SAT dalam dunia nyata).

Film ini terinspirasi dari kejadian nyata skandal mencontek ujian SAT skala internasional yang sejak tahun 2013 sudah memusingkan The College Board selaku penyelenggara ujian SAT, menyebabkan beberapa kali ujian SAT di Asia antara lain Cina dan Korea Selatan dibatalkan dan diberlakukannya beberapa peraturan baru untuk pelaksanaan SAT. Tetapi sampai dengan tahun 2017 saat film ini diluncurkan, masih belum ada reformasi sistem ujian untuk meminimalisir aksi mafia contekan ujian SAT ini.

Saya bukan ahli dalam dunia perfilman sehingga tidak bisa mereview film dari segi teknisnya. Dari ide cerita, skenario, akting para bintangnya dan lain-lain, film ini sudah lolos kualifikasi internasional, terbukti dari pendapatannya yang berhasil memecahkan rekor pendapatan film Thailand sepanjang masa yaitu lebih dari 112 juta Baht (3,3 juta USD), mengalahkan Ong Bak sebagai film Thailand paling unggul di dunia. Film ini juga memenangkan beberapa ajang penghargaan film internasional antara lain sebagai New York Film Festival dan Toroto Reel Asian International Film Festival.

Maka saya akan lebih menyoroti pesan yang ingin disampaikan oleh film ini.

Film ini mengambil setting di Thailand di mana sebagai negara berkembang seperti Indonesia, masih  memiliki sejuta permasalahan pendidikan. Salah satu permasalahan paling krusial yang disodorkan oleh film ini adalah ketimpangan akses pendidikan akibat perbedaan status sosial. Film ini tidak menyajikan perbandingan si kaya dan miskin bagaikan langit dan bumi seperti di banyak film lainnya yang sering menunjukkan anak dari lingkungan kumuh yang tidak bisa sekolah sama sekali. Dalam film ini kita dihadapkan pada kenyataan bahwa di antara anak-anak yang sudah bisa bersekolah pun ketimpangan ini tetap ada dan konsekuensinya berat.

Lynn dan Bank bukanlah anak yang miskin-miskin amat, mereka tidak tidur di kolong jembatan. Ayah Lynn seorang guru, mereka tinggal di rumah yang cukup besar dan memiliki mobil. Sementara Bank tinggal dengan ibunya memiliki bisnis laundry kiloan. Lynn dan Bank bisa mengenyam pendidikan yang layak sampai SMA seperti anak-anak lainnya, dan menyadari intelejensi mereka di atas rata-rata, mereka berharap bisa mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas, di sekolah yang lebih baik bahkan di luar negeri.

Harapan mereka bukan mimpi di siang bolong karena sebenarnya sangat mungkin untuk diraih. Tetapi ketika impian mereka dibenturkan dengan kondisi keuangan, mereka disadarkan oleh kenyataan bahwa ada banyak pilihan yang jauh lebih baik asal ada uang yang lebih banyak. Lynn awalnya hanya berbisnis contekan kecil-kecilan di antara teman-teman sekolahnya tetapi bahkan dari bisnis kecil-kecilan ini ia mampu membelikan ayahnya kemeja baru dan mencegah ayahnya menjual mobilnya. 

Bank awalnya menolak mentah-mentah ajakan Lynn untuk membuat contekan pada ujian internasional STIC tetapi akhirnya ia menyerah juga setelah hidupnya disabotase oleh temannya yang kaya raya. Nyata, uang memang punya kuasa.

Dengan bayaran hampir 1 miliar Rupiah, saya yakin bukan hanya Lynn dan Bank saja yang sulit menolak tawaran ini. Mereka berpikir dengan uang sebanyak itu mereka bisa berkuliah di universitas impian mereka di luar negeri tanpa membebani orang tua mereka sekaligus menyediakan kehidupan yang jauh lebih layak bagi keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun