Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Eufemisme Anjay, Sebagai Introspeksi Bahaya Lisan

6 September 2020   07:28 Diperbarui: 6 September 2020   13:23 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perdebatan kata 'anjay' menjadi lebih heboh ketika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta penggunaan kata 'anjay' dihentikan sekarang juga. Komnas PA menilai kata 'anjay' yang sedang populer dipakai anak-anak bisa berpotensi dipidana. Maka sekejap muncul berbagai kontroversi yang tajam karena multi tafsir penggunaan kata tersebut. 

Satu pihak menganggap bahwa bahwa hal itu merupakan bahasa pergaulan tetapi saat ditanya apa artinya mereka mengelak mengatakan tidak tahu. Padahal banyak diyakini bahwa pengucap itu pasti tahu bahwa anjay berasal dari kata anjing. Buktinya mereka tidak akan berani mengucapkan pada orangtua atau guru mereka. 

Sedangkan kelompok lain mengatakan anjay apapun niat dan tujuan pengucapannya adalah sebuah eufemisme atau menghaluskan kata kasar atau umpatan. Bila dilihat secara bijak dan cerdas sebenarnya perdebatan utama kata anjay bukan masalah masalah pemidanaan tetapi masalah bahasa lisan yang harus dijaga. Penggunaan bahasa eufemisme anjay bagi orang tertentu merupakan bahasa keakraban tetapi bagi kelomok tertentu bisa saja merupakan bahasa kasar dan menyakitkan

Kebebasan berbahasa baik secara lisan lisan atau tulisan sangat ditentukan oleh prinsip pragmatik sebuah bahasa. Hal ini  harus dipahami bahwa bahasa bukan sebagai sebuah aturan yang dapat mengikat setiap pemakainya tetapi lebih menitikberatkan bahasa sebagai alat komunikasi bagi individu. Seringkali aturan atau ejaan ditempatkan pada nomor yang paling bawah, yang terpenting bagaimana bahasa itu dapat dimengerti oleh orang yang membaca atau mendengarnya.

Salah satu bentuk kebebasan tersebut adalah penggunaan gaya bahasa tersendiri oleh setiap individu, kelompok atau lingkungan tertentu. Gaya bahasa tersebut bukan lagi dilihat dari jenis kelompok sosial pemakainya, melainkan kadang-kadang gaya bahasa perorangan yang menonjol. Istilah sosiolinguistik mengatakan bahwa bahasa seperti yang dipraktikkan setiap individu tersebut dinamakan idiolek. 

Dengan idiolek ini, sekelompok komunitas dapat diketahui hanya dengan gaya bahasanya yang khas dan unik. Ilmu psikolinguistik dapat dengan jelas membedakan gaya bahasa ini terkait dengan tingkat pendidikan, kecerdasan moral, etika atau kebiasaan seseorang. Hanya lewat bahasa seseorang dapat dengan mudah diketahui karakter, isi pikiran dan kepribadiannya. 

Kata anjay menurut beberapa pakar linguistik bisa dikategorikan sebuah eufemisme. Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, buruk dan kotor. Menurut KBBI edisi III 2001, eufemisme merupakan ungkapa yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar , dianggap dapat merugikan atau tidak menyenangkan. 

Eufemisme digunakan sebagai ungkapan yang dapat menggantikan sesuatu yang dianggap tidak berkenan, untuk menghindari rasa malu, menghindari kata yang dapat membuat orang lain tersinggung. Sehingga dalam berkomunikasi dapat memberi kesan sopan dan dapat menghindari ungkapan yang tidak menyenangkan. 

Eufemisme bukan hanya dilisankan oleh kaum muda, kelompok sosial tertentu, kaum politikuspun juga sering memakainya. Bagi kelompom muda anjay adalah eufemisme seperti jancok menjadi janci, bencong menjadi bences, Bagi kelompok sosial  tertentu pelacur diganti wanita tuna susila dan diperhalus lagi menjadi pekerja seks komersial. 

Bagi penguasa, penggembira politik atau kaum politikus pendukung penguasa biasa digunakan eufemisme seperti cebong menjadi cebi, penggusuran menjadi penertiban, kelaparan menjadi kekurangan pangan, busung lapar menjadi gizi buruk, korupsi menjadi kesalahan prosedur, kenaikkan harga BBM menjadi penyesuaian harga BBM atau banjir menjadi genangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun