Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anak Muda Tak Akan Jadi Pemimpin Tanpa Orangtua Sedang Berkuasa?

17 Agustus 2020   14:53 Diperbarui: 17 Agustus 2020   14:51 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari sumber gambar: pexel.com

Pemilihan kepala daerah tahun 2020 akan menjadi salah satu catatan sejarah dalam perjalanan pemilihan umum di Indonesia karena dimundurkan pencoblosan pada 9 Desember 2020. Yang menarik ternyata bukan karena Pilkada ditengah wabah Covid19, tetapi banyaknya partisipasi anak muda dalam Pilkada. 

Tetapi yang menarik bukan sekedar banyaknya peran serta anak muda dalam pilkada. Tetapi yang menarik adalah banyak anak muda yang maju adalah anak Presiden, anak wakil presiden, anak tokoh partai, anak walikota atau anak Gubernur. 

Benarkah di jaman demokrasi aneh ini generasi muda tidak akan bisa jadi pemimpin, tanpa pengaruh orang tua yang sedang berkuasa ?

Banyak yang mengelak hal itu bukanlah politik dinasti. Banyak yang membela itu adalah hak setiap warga indonesia untuk berpolitik. Banyak yang mencari pembenaran bahwa anak muda itu dipilih karena kepopulerannya. 

Benarkah demikian? Apakah anak muda yang cerdas dan populer seperti Habibi, punya kemampuan, punya visi dan misi bisa ikut membangun negeri.  Bisa ikut bursa Pilkada tanpa pengaruh kekuasaan orangtua ?

Penolakan sebagian orang atau kelompok yang menjadikan pembenaran bahwa dinasti politik itu tidak ada, karena semua warga negara berhak untuk mencalonkan jadi pemimpin. 

Parpol memilih karena popularitas yang tinggi, benarkah demikian. Bila pembenaran itu mengatakan bahwa semua warga negara berhak berpartisipasi mencalonkan menjadi pemimpin sebenarnya adalah pendapat yang kacau dan dipaksakan. Justru kekuasaan orangtua dan modal uang yang besar dari orang tua adalah prasarat utama jadi calon Pilkada. 

Politik butuh biaya tinggi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa peserta pemilu harus menyiapkan dana tak sedikit untuk maju menjadi kepala daerah, anggota legislatif, ataupun presiden. 

Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, calon bupati atau wali kota butuh dana Rp 20 hingga Rp 100 miliar untuk memenangi Pilkada. Contohnya, pada Pilkada DKI Jakarta 2012, pasangan Fauzi Bowo dan Nara mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp 62,6 miliar. Sementara, pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Poernama mengeluarkan dana Rp 16,1 miliar. 

Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menghabiskan dana kampanye sebesar Rp 85,4 miliar. Sedangkan pasangan Basuki Tjahaja Poernama dan Djarot Saiful Hidayat sebesar Rp 82,6 miliar. 

Siapa yang mampu mempunyai uang sebanyak itu kalau tidak anak konglomerat atau anak pejabat. Tetapi masalah belum berhenti sampai disitu. Saat ini kekuasaan orangtua diperlukan untuk mempengaruhi tokoh parpol pendukung. Tetapi ternyata saat ini masalahnya bukan hanya politik biaya tinggi, tetapi politik tangan kekuasaan orangtua sangat berperanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun