Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

10 Kesalahan Diagnosis Paling Sering Terjadi

4 Januari 2013   07:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:32 5100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao


Menegakkan diagnosis suatu penyakit oleh seorang dokter seringkali tidak semudah yang dibayangkan. Beberapa kelainan atau penyakit yang berbeda sering menampakkan tanda dan gejala klinis yang sama. Sehingga dalam beberapa kasus acapkali terjadi "Wrong Diagnosis" atau kesalahan diagnosis atau overdiagnosis suatu penyakit padahal seseorang tidak menderitanya.

Kesalahan diagnosis atau wrong diagnosis artinya seseorang diberikan diagnosis penyakit tertentu tetapi sebenarnya belum tentu mengalami gangguan tersebut. Bukan hanya di Indonesia hal ini juga sering terjadi di luar negeri. Istilah dan kondisi yang hampir serupa diistilahkan pit fall diagnosis, overdiagnosis atau misdiagnosis. Banyak faktor yang terjadi mengapa hal itu sering terjadi. Faktor utama adalah dalam beberapa penyakit yang dalam menentukan gold standar atau untuk memastikan suatu penyakit dengan diagnosis klinis atau hanya dengan mengamati riwayat penyakit dan manifestasi penyakit. Sedangkan alat bantu diagnosis seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya tidak banyak diharapkan karena sering spesifitas dan sensitifitas tidak terlalu bagus sehingga sering mengakibatkan false positif atau false negatif. Artinya dalam pemeriksaan laboratorium terjadi kesealahan yang seharusnya negatif tetapi saat diperiksa hasilnya positif dan sebaliknya. Selain akurasi alat tidak baik sering terjadi kesalahan interpretasi penilaian hasil laboratorium.

Di Indonesia dalam praktek sehari-hari banyak kasus bayi dan anak divonis alergi susu sapi ternyata setelah dilakukan evaluasi diagnosis ternyata manifestasi alergi yang terjadi bukan karena alergi susu sapi. Sering terjadi juga overdiagnosis lainya seperti overdiagnosis alergi debu, ADHD, Tifus, Usus Buntu, Tuberkulosis, Infeksi Bakteri, Alergi Dingin, Pnemoni atau Hirschprung Disease.

Pada umumnya penyebab utama kesalahan diagnosis bukan faktor kesengajaan, tetapi kesulitan dalam menginterprestasikan berbagai manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium penunjang yang dilakukan. Kadang-kadang kesalahan diagnosis atau wrong diagnosis itu hal yang sulit dihindari oleh berbagai kalangan dokter. Baik dokter umum, dokter ahli atau dokter ahli subspesialis juga tidak bisa dihindarkan. Bahkan seorang dokter ahlipun subspesialispun pernah mengalami penentuan kesalahan diagnosis. Terdapat beberapa contoh kasus seorang anak yang sama oleh satu dokter ahli paru anak didiagnosis tuberkulosis (TB) sedangkan oleh dokter ahli paru anak lain dinyatakan bukan penderita tuberkolosis. Di negata maju seperti Amerikapun hal ini sering terjadi. "Wrong diagnosis" terbesar yang terjadi di Amerika adalah ADHD. Dimana banyak anak tidak mengalami ADHD tetapi didiagnosis ADHD.

The National Patient Safety Foundation (NPSF) melakukan penelitian bahwa kesalahan diagnosis terbesar dilakukan saat di ICU atau ruang perawatan emergency. Kesalahan diagnosis yang sering adalah acute myocardial infarction (serangan jantung), stroke, pulmonary embolism, meningitis dan appendicitis (usus buntu)

10 Overdiagnosis Paling SeringTerjadi

1. Alergi Susu Sapi. Menentukan vonis anak menderita alergi susu sapi tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak semua manifestasi alergi haruslah disebabkan karena alergi susu sapi. Penyebab alergi susu sapi hanya berkisar sekitar 2-3%, tetapi faktanya hampir semua anak yang mengalami gejala alergi, sering langsung diagnosis alergi susu sapi. Padahal untuk memvonis seorang alergi susu sapi tidak semudah itu. Untuk menentukan penderita yang sudah divonis alergi susu sapi pilihan utama adalah susu ektensif hidrolisat atau soya. Seringkali kesalahan terjadi bahwa setiap anak mengalami tanda dan gejala alergi divonis alergi susu sapi dan diadviskan susu hidrolisat parsial alergi seperti NAN HA, Nutrilon HA atau EnfaHa. Padahal susu tersebut hanya untuk prevention atau pencegahan alergi atau untuk anak berseiko alergi bukan untuk penderita alergi susu sapi. Memastikan alergi susu sapi tidak mudah karena dalam keadaan tertentu tes alergi seperti tes kulit atau tes darah tidak bisa memastikannya. Gold standar atau memastikan alergi susu sapi harus dengan Chalenge test atau eliminasi provokasi. Hal inilah yang membuat seringkali terjadi overdiagnosis atau perbedaan pendapat di antara para dokter dalam menentukan vonis alergi susu sapi pada anak atau bayi. Penyebab alergi bila dicermati juga sering dicetuskan karena infeksi virus dan disebabkan karena alergi debu atau alergi makanan lainnya.

2. Infeksi Bakteri. Kesalahan diagnosis sering lainnya adalah penyakit virus didiagnosis sebagai infeksi bakteri. Gangguan infeksi muntaber, muntah, diare, demam, batuk, pilek atau infeksi akut lainnya sebagian besar disebabkan karena infeksi virus yang tidak memerlukan antibiotika. Tetapi fakta yang ada sebagian besar terjadi overdiagnosis atau overtreatment. Banyak kasus demikian diberi antibiotika yang seharusnya tidak perlu diberi antibiotika.

3. Alergi Debu. Setiap Debu yang paling sering dianggap sebagai penyebab keluhan batuk, pilek, sinusitis berkepanjangan. Sebenarnya penyebab utama alergi debu adalah debu rumah atau ”house dust”. Debu di luar rumah jarang dianggap sebagai penyebab alergi. Bahkan banyak orangtua menyangka bahwa batuk dan pilek berkepanjngan karena adanya proyek bangunan di sekitar rumah. Bila dicermati debu yang selama ini dianggap sebagai biang keladi penyebab alergi mungkin harus dipertanyakan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa keluhan alergi seperti batuk dan pilek seringkali timbul saat malam dan pagi hari. Padahal saat malam dan pagi hari debu lebih sedikit. Reaksi alergi karena debu adalah reaksi cepat yang seharusnya lebih banyak timbul saat siang hari saat aktifitas. Fakta lain juga terjadi banyak orangtua yang telah membersihkan semua debu, boneka, karpet dan dipasang air condition plasma cluster tetapi ternyata gejala alergi batuk dan pilek tidak kunjung hilang. Bahkan penelitian di Swedia menunjukkan pemakaian karpet menurun, pemakaian lantaeas menaingkat tetapi justru penderita alergi meningkat pesat. Debu bisa dapat menimbulkan alergi bila dalam jumlah yang cukup besar seperti bila masuk gudang, rumah yang tidak ditinggali lebih dari seminggu, saat bongkar-bongkar kamar atau saat menyapu atau saat memakai atau mengambil barang yang sudah lama tersimpan lama di gudang atau lemari. Gangguan karena debu termasuk reaksi cepat biasanya tidak berlangsung lama, begitu paparan debu tersebut hilang maka dalam beberapa saat keluhan tersebut akan menghilang. Bila gangguan tersebut berlangsung lama bisa dipastikan adalah reaksi lambat, keadaan seperti inilah tampaknya alergi makanan seringkali dapat dicurigai. Penyebab dan pemicu alergi yang sering adalah infeksi virus atau flu hal ini sering tidak disadari penderita alergi.


4. ADHD. Banyak kasus anak tidak bisa diam, gangguan konsentrasi dan gangguan emosi divonis sebagai ADHD padahal bukan. Banyak anak normal juga mempunyai menifestai tidak bisa diam, gangguan konsentrasi dan gangguan emosimeski dalam bentuk yang tidak berat. Kondisi normal ini sering terjadi pada penderita alergi dengan gangguan salran cerna. ADHD adalah wrong diagnosis terbesar di Amerika Serikat.

5. Demam Tifus. Seringkali seseorang didiagnosis tifus sampai lebih dari 2-4 kali dalam setahun padahal tidak menderita penyakit tersebut. Kesalahan diagnosis tifus seringkali terjadi karena spesifitas hasil pemeriksaan laboratorium darah widal atau pemeriksaan IgG dan IgM tifus tidaklah baik. Sering terjadi false positf pada infeksi virus atau DBD. Makanya seringkali terjadi penderita DBD divonis juga sebagai tifus karena hasil laboratorium tifus positif padahal tidak mengidap tifus. Reaksi false positif hasil laboratorium tifus ini seringkali terjadi pada penderita alergi atau hipersenitif karena reaksi antibodinya sangat reaktif sering mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun