Mohon tunggu...
Samuel HasudunganTampubolon
Samuel HasudunganTampubolon Mohon Tunggu... Buruh - Seseorang yang senang belajar dan mengajar

Boleh berganti buah, tapi jangan lupa akar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jadilah Orang Lain, Jadi Diri Sendiri Itu Tidak Perlu

21 Mei 2020   21:29 Diperbarui: 21 Mei 2020   21:31 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bukan hanya itu, segala tradisi dan budaya dari suku itu akan diajarkan pada kita dan kita pakai sehari-hari. Tapi misalnya ada hal yang bertentangan dengan hal yang ingin kita capai, ku rasa sah-sah aja bila agak menyimpang dikit kalau toh untuk hal yang positif. 

Namun terkadang penyimpangan yang dimaksud ini arahnya terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang ada pada suku yang diwariskan pada kita. Sehingga muncullah omongan kalau kita gak jadi diri sendiri lah, kita lupa sama akar lah, kita lupa jati diri lah.

Menurutku, keterkaitan dengan suku biasanya lebih dalam daripada kebangsaan atau nationality, karena bukan hal baru untuk pindah kewarganegaraan dengan cara mengurus dokumen. Kalau pindah suku ya gimana coba??? Aku ada kenal orang yang sudah jadi warga negara asing, tapi prinsip-prinsip yang ada pada suku nya tetap dia pegang teguh.

Pernah dengar istilah 'amati-tiru-modifikasi'? Kalau pernah, bagaimana dengan istilah 'amati-tiru-titik' aja? Mungkin kita pernah melakukannya. Mungkin kita amati lalu kita tiru tanpa modifikasi. Misalnya ketika baca buku atau dengar ceramah terkait cara penyelesaian suatu masalah. Terus kita amati apa yang orang itu katakan lalu kita tiru tok udah gitu aja. 

Kadang butuh modifikasi. Bagus sih kalau modifikasi ke arah yang lebih baik, ke arah yang berkembang lebih maju. Tapi kalau modifikasi supaya gak diomelin nyinyir orang lain dan malah hasil jadi gak maksimal, ini nih yang gak banget.

Kalau kita punya idola yang kita pengen banget bisa jadi kayak dia, tentu banyak hal yang jadi lebih terukur. Banyak langkahnya yang bisa kita ikuti. Aku gak mendukung plagiat dalam bentuk karya, tapi ada kalanya jika saat ini kita sedang memiliki masalah seperti yang idola kita sudah alami bertahun lalu, ya apa salahnya kita tiru cara penyelesaian masalahnya. 

Apa salahnya kita tiru caranya mencapai prestasinya. Modifikasi boleh saja, terutama terkait perkembangan zaman. Kalau idola kita menyelesaikannya dengan cara 3 tahun lalu, pasti ada yang beda dengan cara saat ini kan. Itu aja sih paling. Tapi yang jelas, jadi lebih terukur dan terarah.

Kalau orang yang kita idolakan juara olimpiade fisika 3 tahun lalu, lalu aku juara olimpiade fisika tahu ini, ya itu gak termasuk kategori meniru dong. Menirunya  tuh gak di situ. Menirunya tuh  ada pada cara belajar si idola yang kita ikuti. Menirunya tuh  ada pada cara si idola dalam mengatur waktu.

Apa sih yang lu harapkan dari berusaha selalu menjadi diri sendiri, menghindari menjadi orang lain, dan selalu menjadi siapa lu yang sebenarnya? Sejauh apa lu bisa bertahan menjadi se-original mungkin? 

Apa sih hal terbaik yang mungkin terjadi bila selalu menghindari menjadi orang lain? Bahkan, sadar atau tidak sadar, bisa jadi sehabis kita nonton film atau sinetron berjam-jam berhari-hari, cara ngomong kita bisa jadi mirip sama yang ada di film itu.

Apa sih kemungkinan terburuk yang bisa terjadi jika kita jadi orang lain tanpa perlu dibeda-bedain? Kalau yang dimaksud dengan menjadi orang lain dalam hal cara penyelesaian permasalahan atau prestasi yang ingin dicapai, malah banyak hal yang jadinya terukur jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun