Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Mengatasi GERD

16 September 2016   12:02 Diperbarui: 16 September 2016   12:06 48811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. sumber: www.tutorioloka.com

Bermula sekitar empat tahun lalu. Saya baru saja selesai rapat kantor sekitar pukul 13.45 WIB. Agenda rapat yang panjang ditambah dengan kesibukan dan beban pekerjaan yang menumpuk, bekerja underpreassure selama tiga bulan terakhir, membuat tubuh saya mengalami keletihan meskipun tidak saya sadari sepenuhnya.

Selesai rapat saya bergegas mencari rumah makan sekitar pukul 14.20 wib. Namun begitu hidangan disajikan di meja, tiba-tiba saya merasa pusing dan seakan-akan kaki saya tidak menginjak lantai. Rasa cemas datang melanda dan denyut jantung nggak karuan. Saya takut bukan kepalang, berpikir jangan-jangan saya terkena serangan jantung atau sejenisnya. Memang pada saat itu saya termasuk overweight dan jarang berolahraga.

Segera minum air hangat dan setelah makan saya bersendawa terus menerus, kemudian badan terasa enakan. Beberapa hari kemudian saya kembali merasakan sensasi yang sama. Setelah hilang, beberapa hari kemudian datang lagi, demikian seterusnya selama dua minggu. Akhirnya saya menghubungi salah seorang kolega yang kebetulan dokter. Setelah di EKG, dia mengatakan bahwa jantung saya sehat dan hanya kecapean. Kemudian saya hanya diberikan obat-obatan untuk asam lambung dan vitamin.

Saat itu saya putuskan untuk diet dan rutin jogging dua sampai tiga kali seminggu. Dalam rentang waktu enam bulan saya berhasil menurunkan bobot tubuh saya sampai 8 kilogram. Selama itu gangguan dan sensasi yang pernah saya rasakan sebelumnya tidak pernah muncul lagi.

Hingga akhirnya ketika setahun kemudian saya mengambil studi master di Bandung dan harus berpisah dengan anak dan istri yang sedang hamil.  Beban pikiran yang banyak serta suasana baru sebagai anak kost membuat pola hidup dan makan saya berubah. Seminggu pertama di Bandung sensasi yang hampir setahun hilang kembali muncul. Hampir setiap malam saya batuk parah, pencernaan terganggu (lima hari feses saya cair), badan lemas dan meriang seperti demam, ulu hati terasa keras, mulut terasa pahit dan asam, perut kembung, sering bersendawa, tenggorokan sakit, leher tegang, dada dan punggung terasa panas.

Karena tidak mengerti saya menganggap bahwa hal tersebut karena saya kurang gizi. Lantas sate kambing dan protein hewani lain saya hajar saja. Bukan makin baik, kondisi saya makin drop. Di Bandung saya sudah mendatangi lima orang internis (dokter spesialis penyakit dalam) dalam jangka waktu 3 bulan saja.

Dokter mengatakan asam lambung saya tinggi, kemungkinan  besar karena faktor stres.  Saya pun mulai browsing di internet untuk mencari tahu apa sih sebenarnya yang saya alami ini. Saya pun kemudian mengetahui bahwa ada banyak makanan dan minuman yang sangat memicu naiknya asam lambung, dan celakanya itu juga saya sering konsumsi selama di Bandung. Sate, gorengan, sambel, susu, nasi ketan, teh, kopi, cokelat, es krim, cake, minuman kemasan,  fast foot (junk food) adalah menu saya selama di Bandung.  Karena phobia dengan makanan, saya sempat meminta istri mengirimkan makanan dari Sumatera.

Setelah saya jaga makanan, sensasi tersebut berangsur-angsur mulai berkurang namun stamina saya belum sepenuhnya fit. Sekitar awal 2014 saat itu istri baru melahirkan dan saya sibuk sekali mengurus keluarga sehingga harus bolak-balik Bandung-Jakarta-Riau. Cuaca Bandung yang dingin ditambah setiap hari hujan, stamina saya yang kelelahan, dan beban kuliah yang makin banyak, membuat saya kembali drop. Kali ini cukup parah.

Suatu ketika dalam kondisi lelah, alih-alih saya paksakan untuk olahraga. Malam harinya kaki saya tegang dan pagi harinya saya hampir-hampir tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Di kampus beberapa kali saya permisi pulang dengan alasan kurang sehat. Pikiran semakin kacau dan stres. Malah mikir yang macem-macem seperti mau dipanggil Yang Maha Kuasa. Mau ke warung aja seperti gak punya tenaga untuk berjalan, detak jantung terasa gak karu-karuan. Berkali-kali dikusuk (pijat) namun tidak banyak perubahan. Setiap bangun tidur pagi-pagi bukan makin segar, alih-alih makin lemas.

Akhirnya kembali bolak-balik lagi ke dokter. Sempat dicek EKG dan treadmil, jantung ternyata sehat-sehat aja. Dikasih obat banyak sekali (saya kumpulin satu kantong plastik penuh). Makin bingung, koq asam lambung bisa separah ini? Bobot tubuh mulai makin berkurang, dalam sebulan bisa turun 2-3 kg. Makin cemas karena takut ada virus berbahaya di dalam tubuh. Selama lebih dari 2 minggu tidur saya sangat terganggu, hanya bisa terlelap 3-4 jam dalam sehari. Benar-benar menyiksa jiwa dan raga.

Kemudian saya mendatangi salah seorang dokter senior (professor) di salah satu rumah sakit terkenal di Bandung. Dia curiga bahwa selain asam lambung saya juga terkena alergi. Setelah cek darah (lagi), ternyata IgE saya cukup tinggi. Artinya saya cukup sensitif  terjangkit alergi. Saya dirujuk lagi ke rekannya (professor alergi) dan dicek kulit. Diketahui ada beberapa debu dan protein yang menyebabkan alergi di tubuh saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun