Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Subianto "Gali Liang Kubur" Sendiri?

27 November 2020   19:58 Diperbarui: 27 November 2020   22:38 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KEBERHASILAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelandang Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo beserta enam orang lainnya diyakini berimbas negatip pada elektotal Partai Gerindra dan Prabowo Subianto. Baik jangka pendek ataupun panjang. 

Peristiwa OTT Edhy Prabowo yang berdekatan waktunya dengan kontestasi Pilkada serentak, dipercaya sejumlah pihak bakal merugikan calon-calon dari Partai Gerindra yang akan bertarung di daerah. 

Bisa langsung ditinggalkan para pemilihnya karena merasa tak percaya lagi atau berpaling karena hasutan (black campaign) pasangan lain terhadap pasangan calon dari partai kepala burung garuda. 

Sedangkan untuk jangka panjang, boleh jadi menyasar pada niat Prabowo Subianto yang akan kembali maju pada Pilpres 2024. 

Sejauh ini Ketua Partai Gerindra tersebut digadang-gadang bakal dipasangkan dengan Puan Maharani. Politisi PDI Perjuangan (PDI-P) yang kini menjabat Ketua DPR RI periode 2019-2024. 

Wacana bergabungnya PDI-P dengan Partai Gerindra tentu saja bukan sembarang. Diantara keduanya berhadap ada take and give yang saling menguntungkan satu sama lain. 

Artinya, PDI-P yang sejauh ini masih berkutat pada nama Puan sebagai calon Pilpres 2024 tidak hanya membutuhkan Partai Gerindranya saja sebagai rekan koalisi. Akan tetapi lebih dari itu berharap besar pada pengaruh dan kebesaran nama Prabowo Subianto. 

Dalam politik praktis, hal itu lumrah. Bagaimanapun untuk bisa meraih kemenangan tidak cukup dengan kekuatan partai politik, melainkan butuh popularitas dan elektabilitas figure calon. 

Telah banyak contoh di beberapa ajang Pilkada di tanah air bahwa kekuatan besar partai politik tidak menjamin atau berbanding lurus dengan kemenangan satu pasangan calon. Bukti nyata pernah terjadi pada Pilkada Kabupaten Sumedang, 2018 lalu. 

Kala itu dua partai politik besar, PDI-P dan Golkar berkoalisi. Mereka hampir menguasai 50 persen kursi di DPRD. Namun, nyatanya harus bertekuk lutut oleh koalisi partai lain yang jumlahnya jauh lebih kecil. 

Bahkan, parahnya koalisi PDI-P dengan Partai Golkar itu juga harus mengkui keungulan pasangan calon dari kubu perseorangan. Lima pasangan calon yang bertarung pada Pilkada Sumedang 2018, posisi koalisi partai besar tersebut hanya bercokol di peringkat ketiga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun