Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenang Perdamaian Aceh

15 Agustus 2015   22:13 Diperbarui: 15 Agustus 2015   22:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2005 dapat terwujud berkat adanya kesadaran bahwa Tanah Rencong butuh stabilitas keamanan pascamusibah tsunami. Baik pemerintah maupun pimpinan Gerakan Aceh Merdeka di luar negeri sama-sama ingin mengakhiri konflik agar rehabilitasi dan rekonstruksi dapat berjalan.

Kedua belah pihak bersedia menurunkan ego masing-masing. Pemerintah sudi berunding dengan pentolan GAM yang warga negara asing itu dengan fasilitas lembaga internasional. Sementara GAM bersedia melepas hasrat untuk memisahkanAceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tentu saja masyarakat Aceh adalah kelompok yang paling gembira dengan perdamaian yang ditandatangani di Helsinski, Finlandia, itu. Merekalah korban dari konflik selama 30 tahun, bukan elit GAM di luar negeri atau pejabat pemerintah di Jakarta.

Selama puluhan tahun anggaran pemerintah terkuras untuk operasi keamanan. Plus gugurnya ribuan prajurit TNI hanya karena berperang dengan sesama anak bangsa.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu langsung menyebut perjanjian damai sebagai kado terbesar bagi ulang tahun ke-60 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada 17 Agustus 2015,  pembawa bendera Merah Putih pada upacara peringatan detik-detik proklamasi adalah pelajar putri dari Aceh.

Sebagai orang nomor satu di Indonesia, SBY tentu dianggap sebagai orang paling berjasa dan dia berhak mengklaimnya. Tapi oleh sebagian kalangan, peran Wakil Presiden Jusuf Kalla teramat besar. JK-lah yang menginisiasi pertemuan dengan tokoh GAM. Dia juga yang menjadi negosiator politik dengan kalangan Dewan Perwakilan Rakyat yang belum ikhlas dengan perdamaian, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Sementara SBY tentu saja “mengamankan” TNI agar menerima perdamaian  tersebut dan jangan sampai ada upaya sabotase. Panglima TNI waktu itu Endriartono Sutarto menyatakan loyal terhadap keputusan Panglima Tertinggi.

Dokumen perdamaian di atas kertas berhasil diteken. Akan tetapi langkah lebih sulit lagi adalah memasukkan substansi perdamaian dalam hukum positif Indonesia. Secara bersamaan dengan perumusan UU Pemerintahan Aceh, kedua belah pihak harus mematuhi kesepakatan teknis.

GAM diharuskan untuk menyerahkan senjatanya kepada Misi Pemantau Aceh (AMM) untuk dimusnahkan. Sementara pemerintah harus menarik pulang pasukan TNI nonorganik dari Bumi Serambi Mekkah.

Namun, kerja politik pemerintah jauh lebih sulit lagi. Proses UU Perdamaian Aceh sempat bertele-tele. Salah satunya ihwal calon independen berlaga di pemilihan gubernur. Padahal, kala itu aturan mengharuskan pasangan kepala daerah diusung oleh partai politik.

Selain itu tentu saja pembagian kewenangan. Aceh diberi otonomi seluas-luasnya di luar enam bidang ini: agama, pertahanan dan keamanan, peradilan, urusan luar negeri, moneter, dan fiskal. Selebihnya Aceh mendapat keistimewaan, termasuk soal wewenang migas dan mineral yang akhirnya terkatung-katung selama hampir 10 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun