Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sedang Berjuang Hidup, Justru Kehilangan Hidup dengan Tragis

6 Oktober 2025   04:21 Diperbarui: 6 Oktober 2025   04:21 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: kupang.com

SEDANG BERJUANG HIDUP, JUSTRU KEHILANGAN HIDUP DENGAN TRAGIS

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Sebuah kisah pilu menyayat rasa atas kejadian tragis yang menimpa seorang ibu dan anaknya yang sedang berjuang hidup. Dengan penuh harapan, ia membawa hasil kebunnya berupa semangka menggunakan kendaraan sewaan untuk diantar ke Kota Kupang. Setiap buah yang dijajakan bukan sekadar hasil bumi, melainkan simbol ketekunan, doa, dan perjuangan seorang ibu yang ingin menafkahi keluarga.

Di ketahui sang ibu penjual semangka berinisial SP (56) tewas ditikam oleh orang tak dikenal di lapak jualannya yang terletak di depan Alun-Alun Kota Kupang, Jalan Timor Raya, Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Jumat, 3 Oktober 2025 dini hari.

Peristiwa tersebut bukan hanya meninggalkan duka bagi keluarga korban, tetapi juga mengguncang hati masyarakat yang mengenal sosoknya sebagai perempuan pekerja keras dan penyayang anak. Terbersit harapan besar di benaknya: semoga semua hasil kebunnya laku, sehingga berkat yang diperoleh dapat dipakai memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya. Di balik senyum sederhana seorang pedagang kecil, tersimpan tekad besar untuk melawan kerasnya hidup.

Input gambar: detikbali.com
Input gambar: detikbali.com
Melihat latar perjuangan hidup di kampung halamannya, ibu ini menjalani hidup dengan penuh ketekunan demi menafkahi keluarganya. Lahan kebun yang ditanami semangka menjadi sumber harapannya, tempat ia menaruh tenaga dan doa agar hasil panen dapat menghidupi anak-anaknya. Saat tiba masa panen, bersama putranya ia membawa hasil kebun itu menyeberangi lautan Pukuafu dengan jasa kapal ASDP menuju Kota Kupang.

Setibanya di sana, mereka harus bertahan hidup seadanya, menunggu semangka habis terjual. Di sepanjang trotoar jalan kota, lapak sederhana menjadi tempat mereka menaruh dagangan, bersabar menanti para pembeli datang. Dari pagi hingga malam, aktivitas di lapak itu mencerminkan kerja keras tanpa henti, pengorbanan yang tulus, dan harapan sederhana untuk masa depan keluarga yang lebih baik.

Namun takdir berkata lain pada subuh yang kelam itu. Saat suasana masih lengang dan jalanan sepi, lapak sederhana tempat mereka menggantungkan harapan justru disatroni pencuri. Dalam upaya mempertahankan hasil jerih payahnya, ibu ini mencoba melawan, namun pelaku bertindak kejam dengan menghunus pisau yang mengoyak tubuhnya. Ia roboh seketika, meregang nyawa di sisi dagangannya, sementara anaknya yang juga terkena tikaman kini terbaring kritis dan berjuang antara hidup dan mati di rumah sakit. Tragedi ini seketika menyelimuti keluarga dalam duka mendalam dan meninggalkan luka pilu bagi warga sekitar yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Peristiwa memilukan ini bukan sekadar kasus kriminal biasa, melainkan sebuah luka sosial yang dalam dan menggugat nurani kita semua. Betapa tidak, seorang ibu yang seharusnya mendapat ruang aman untuk mencari nafkah justru menjadi korban kebiadaban di tengah perjuangannya mempertahankan hidup. Tragedi ini menghadirkan pertanyaan yang menyesakkan dada, di manakah letak keamanan bagi rakyat kecil yang berjuang di jalanan? Apakah hidup mereka sedemikian murah hingga bisa direnggut begitu saja? Luka sosial ini tidak hanya dialami keluarga korban, tetapi juga mengguncang rasa kemanusiaan kita bersama, sebab setiap pedagang kecil, setiap pekerja harian, setiap orang yang berpeluh demi sesuap nasi bisa saja bernasib sama apabila negara dan masyarakat abai.

Input gambar: kupang.kompas.com
Input gambar: kupang.kompas.com
Peristiwa tragis ini sejatinya menjadi cermin untuk berwaspada. Kisah seorang ibu yang bekerja keras dengan penuh pengorbanan demi menghidupi keluarga justru harus kehilangan nyawa secara mengenaskan di ruang publik yang seharusnya aman. Karena itu, sudah seharusnya aparat penegak hukum tidak hanya berhenti pada penangkapan pelaku, tetapi juga menuntaskan kasus ini dengan keadilan setegak-tegaknya.

Seruan kemanusiaan ini juga menyasar masyarakat luas untuk mari memastikan bahwa tragedi serupa tidak terulang kembali, dengan menciptakan ruang sosial yang lebih aman, lebih adil, dan lebih manusiawi bagi setiap orang yang tengah berjuang mempertahankan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun