Mohon tunggu...
Salman Unram
Salman Unram Mohon Tunggu... Dosen - Tuntut dan sebarkan ilmu yang bermanfaat bagi sesama.

Teknik Mesin solidarity forever.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Keprofesionalan Pemerintah Diuji dengan Demo Halu

2 Agustus 2021   07:37 Diperbarui: 2 Agustus 2021   07:41 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Pada 24 Juli lalu Polda Metro Jaya mengerahkan 3385 personel gabungan untuk mengamankan rencana aksi unjuk rasa, di Jakarta.

Gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP pun diploting guna melakukan pengamanan di beberapa titik Ibu Kota, sejak pagi. Ada di sekitar istana, Monas dan DPR.

Semua itu gara-gara selebaran berisi seruan aksi unjuk rasa bertema, Jokowi End Game, beredar di media sosial. Pada flayer itu tertulis aksi demo akan digelar dengan diawali melakukan long march dari kawasan Glodok menuju Istana Merdeka, Jakarta. 

Selebaran itu juga mencatut sejumlah aplikator ojek online untuk menjadi peserta aksi, termasuk himpunan mahasiswa dan pedagang kaki lima

Namun aksi itu cuma sebatas halu alias bodong.  Secara tidak ada aksi dan juga tidak ada seorang pendemo pun nongol. 

Sejak awal, penanganan pandemi di negeri kita tidak cukup terarah karena pandemi ini telah dijadikan arena kontestasi politik yang bukan saja telah dimanfaatkan oleh aktor-aktor politik di depan layar, tapi juga oleh mereka yang seharusnya bekerja dari balik layar. Kalau lembaga telik sandi kita tidak sibuk bagi-bagi bansos, bukankah isu "demo fiktif" itu sebenarnya tak perlu dihadapi dengan parade barakuda seperti ini?

Di zaman pemerintahan Presiden SBY, menurut disertasi Aria Dewangga tentang manajemen kabinet yang ditulis di Universitas Padjadjaran, ada prosedur baku untuk menghadapi isu terkait demonstrasi di Istana. Jika pesertanya diperkirakan hanya sekitar 250 orang, maka Sekretaris Kabinet tidak akan menelpon Kapolri, atau Panglima TNI, apalagi BIN, melainkan cukup menelpon Kapolsek Gambir saja untuk melakukan pengamanan.

Selain itu, setiap rencana demonstrasi selalu diklasifikasi terlebih dahulu untuk disiapkan pejabat serta lembaga terkait yang akan meresponnya. Misalnya, jika yang akan melakukan demonstrasi adalah buruh, maka Sekretaris Kabinet akan meminta Menteri Tenaga Kerja untuk stand by kalau-kalau diperlukan Istana guna menemui para demonstran. Isu itu juga cukup direspon oleh pejabat terkait saja.

Jadi, tidak ada ceritanya isu demo fiktif dihadapi oleh semua pejabat Hankam dan intelijen seperti sekarang ini, seolah semua hal bisa dibikin gawat secara tiba-tiba.

Kalau lembaga telik sandi kita lebih tertarik pada urusan riset Covid dan penanganannya, Presiden mungkin perlu mempertimbangkan agar lembaga yang kini persis dibawahinya itu sebaiknya digabung saja dengan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Dari sini teruji keprofesionalan BIN,  Polri  dan TNI menyikapi sebuah issue. Kalau bukan karena panik maka kesannya mereka, lembaga keamanan ini, terkesan enteng dimainkan gertakan sambal. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun