Tulisan ini sebenarnya adalah wujud kecintaan saya akan negara ini. Tentu saja saya tidak berharap judul artikel ini akan menjadi kenyataan, namun realita yang saya amati kita menuju ke sana. Maka tulisan ini mudah-mudahan dapat menjadi pengingat bagi kita semua.Â
Saya hampir tidak melihat data pendukung bahwa 2045 Indonesia emas akan terwujud. Jumlah penduduk yang banyak dan sumber daya alam yang kaya tidak memiliki keunggulan kompetitif. Salahnya pengelolaan dan kebijakan menyebabkan Indonesia semakin tertinggal dibandingkan negara-negara lain dan berpotensi menjadi negara gagal bahkan bubar.
Faktor pertama yang akan menyebabkan Indonesia bubar sebelum 2045 adalah sistem demokrasi yang primitif. Saya tidak menempatkan korupsi di faktor pertama, karena sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah salah satu penyebab korupsi terus menjamur. Demokrasi yang menerapkan one man one vote merupakan demokrasi yang telah dijalankan lima abad sebelum Masehi di Yunani kuno. Sistem one man one vote menyebabkan orang-orang yang tidak berilmu mengalahkan orang berilmu, dengan demografi Indonesia yang rata-rata penduduknya tamatan setingkat SMP menyebabkan kualitas demokrasi Indonesia rendah dan melahirkan pemimpin yang berkualitas juga. Sistem ini membungkam orang yang berpendidikan tinggi, sehingga sekarang banyak kita saksikan kebijakan-kebijakan yang tidak sejalan dengan orang yang berpendidikan tinggi.Â
Pemilu yang berbiaya tinggi tadi bukan hanya melahirkan koruptor tapi juga pencetus konflik horizontal. Banyak konflik horizontal yang terjadi pasca dilaksanakan pemilu dan pilkada. Pengalaman 10 tahun terakhir bahwa pemilu langsung ini menciptakan polarisasi di masyarakat. Ini bukti masyarakat kurang terdidik dalam berdemokrasi.
Faktor kedua yang akan menyebabkan Indonesia bubar sebelum 2045 adalah terbungkamnya orang-orang berpendidikan tinggi, baik terbungkam melalui sistem demokrasi maupun terbungkam karena hilangnya keberanian bersuara. Kritik keras saya adalah kepada mereka yang sudah disekolahkan oleh negara menempuh pendidikan S2/S3 baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tapi bungkam ketika negara menuju jurang. Di mana para ASN ilmuwan di Bappenas dan BRIN yang katanya kumpulan berpendidikan tinggi dan cerdas itu. Saya mengingatkan bahwa bungkamnya ilmuwan dan ulama di abad pertengahan adalah penyebab mundurnya peradaban Islam di abad pertengahan. Selengkapnya bisa tonton di bawah ini https://youtu.be/A3femR2SjEI?si=wwILUjY67Y65iUJUÂ
Di mana mereka? Padahal masuk dalam sistem dan pemerintahan. Bersembunyi di kolong meja kantor?
Faktor ketiga, masih berhubungan dengan BRIN. Dukungan riset yang dari pemerintah menciptakan lingkaran setan: kurangnya riset menghambat inovasi dan kemajuan teknologi, yang pada gilirannya melemahkan daya saing ekonomi dan kemampuan negara untuk mengatasi masalah-masalahnya, sehingga negara tersebut semakin tertinggal dari negara-negara lain yang lebih berinvestasi dalam pengetahuan dan inovasi.Â
Dampaknya adalah negara gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Ketika masyarakat tidak dapat mencapai kesejahteraan di negara sendiri maka akan terjadi gerakan untuk mencari tempat lain yang lebih menjanjikan. Fenomena ini sudah terlihat di viralnya gerakan #kaburajadulu.
Faktor keempat, kualitas pendidikan yang semakin menurun. Skor PISA Indonesia tahun 2022 lebih buruk dibandingkan skor PISA Indonesia tahun 2023 baik itu di Sains, matematika hingga bahasa. Keadaan ini menyebabkan Indonesia berpotensi gagal untuk menikmati bonus demografi yang di 2030 -2040.Â
Ketika bonus demografi gagal didapatkan maka hampir dipastikan Indonesia akan mengalami bencana demografi. Bencana demografi menciptakan tantangan multidimensi yang signifikan bagi kemampuan negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Menyusutnya angkatan kerja, meningkatnya beban sosial dan ekonomi pada generasi muda, pertumbuhan ekonomi yang melambat, tekanan fiskal pada pemerintah, serta potensi dampak sosial dan budaya dapat secara kolektif menjadikan Indonesia sebagai negara gagal.Â
Faktor kelima, negara dikelola oleh orang yang tidak kompeten di bidangnya. Semakin ke sini kita melihat semakin banyak aparat yang melakukan tugas dan fungsi yang tidak sesuai dengan seharusnya. Mulai dari bidang pertanian, perkebunan, pendidikan hingga kesehatan gizi. Sudah jamak di telinga kita jika suatu urusan dipegang oleh bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.Â