Mohon tunggu...
Salman Akif Faylasuf
Salman Akif Faylasuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Dan sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penikmat Kajian keislaman dan filsafat.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Becoming

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hakikat Peran Ushul Fiqh dan Qawaid Al-Fiqh

13 Agustus 2021   22:10 Diperbarui: 14 Agustus 2021   00:38 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syariat Allah yang terkandung dalam kitab Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syariat yang termaktub dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qardhawi, syariat Ilahi yang tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat Islam dan agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki hubungan integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan idealnya Islam ini tergambar dalam dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup (Yusuf Qardhawi, Malamih Al-Mujtama Al-Muslim Alladzi Nansyuduhu, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1993), 151).

Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan social, pun juga hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Ciri khas hukum Islam, yakni berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa, menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan.

Peran Ushul Fiqh dan Qawaid al-Fiqh

Berbicara ilmu ushul erat sekali dengan tujuan dan kegunaan dari pada ushul itu sendiri. Sebab tujuan Ushul Fiqh adalah untuk mengetahui dalil-dalil syara, baik yang menyangkut bidang aqidah, ibadah, muamalah, akhlak atau uqubah (hukum yang berkaitan dengan masalah pelanggaran dan kejahatan). Semua itu agar hukum-hukum Allah tersebut dipahami dan diamalkan. Dengan demikian Ushul Fiqh bukanlah sebuah tujuan, melainkan sarana untuk mengetahui hukum-hukum Allah terhadap peristiwa yang perlu penanganan hukum.

Sehingga para ulama ushul mengemukakan kegunaan ilmu Ushul Fiqh secara sistematis. Pertama, Ushul Fiqh memberikan gambaran jalan yang jelas kepada para mujtahid tentang bagaimana cara menggali hukum melalui metode-metode yang tersusun baik. 

Kedua, Ushul Fiqh merupakan suatu jalan untuk memelihara agama dari penyalahgunaan dalil, karena dalam kajian Ushul Fiqh dibahas secara jelas dan mendalam bagaimana sesuatu hukum tentang berada dalam pengakuan syara, sekalipun hal tersebut bersifat ijtihadi.

Ketiga, melalui Ushul Fiqh dapat diketahui bagaimana cara imam mujtahid mempergunakan dalil-dalil yang ada dan bagaimana cara mereka menggali hukum Islam dari nash (teks) al-Quran, sunnah atau dalil-dalil lainnya. Hal ini terutama bagi orang-orang yang menganut suatu madzhab. Ushul Fiqh merupakan sesuatu yang penting bagi mereka untuk mengetahui bagaimana cara imam madzhab mereka meng-istinbath-kan hukum.

Keempat, Ushul Fiqh memberikan kepada para peminatnya kemampuan berpikir secara Fiqih dan menunjukan secara benar dalam jalan pikiran Fiqih, sehingga secara benar pula mereka memahami hukum-hukum yang digali dari nash tersebut. Di samping itu, orang yang mendalami Ushul Fiqh akan memiliki kemampuan mengistimbatkan hukum terhadap peristiwa yang dihadapinya. 

Kelima, dengan penguasaan Ushul Fiqh persoalan persoalan baru yang muncul, yakni belum ada ketentuan hukumnya oleh para ulama terdahulu dapat dipecahkan secara bijak, sehingga seluruh persoalan yang dihadapi ditentukan hukumnya sesuai dengan metode ushul yang ada (Abdul Aziz Dahlan, dkk. Ensiklopedi Islam, 147).

Ushul Fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu, di zaman Rasulullah belum dikenal. Sehingga ketika sahabat Rasulullah menjumpai problematika, semua problematika itu dikembalikan kepada Rasulullah (marja’ al-hukm) (Abdul Wahab Khalaf, Khulashah al-Tarikh al Tasri al- Islamy, (Kuwait: Dar al-Kuwaitiyah,1978), 11). Berarti Nabi Muhammad dalam menetapkan hukum langsung merujuk pada nash al-Quran dan menjelaskan melalui sunnahnya. Beliau juga berijtihad, tetapi secara natural, artinya tanpa memerlukan manhaj dan teori-teori yang dijadikan sebagai pedoman dalam istimbath.

Pada era sahabat, ilmu Ushul Fiqh juga belum terintrodusir. Baru setelah Rasul wafat, sahabat menduduki posisi sentral dalam bidang keagamaan dan intelektualitas. Di sisi lain, para sahabat juga mengembangkan sayap misi keislamannya hingga melampaui batas-batas geografis dan kawasan. Konsekuensinya Islam harus berdialog dengan peradaban lain dan persoalan-persoalan baru yang secara religi, budaya, etnis yang memiliki setting sosial heterogen. Dalam merespon problem hukum jika secara eksplisit tidak ada nash yang menjelaskan maka mereka melakukan ijtihad (Ahmad Hasan, The Early Development Of Islamic Jurisprudence, Terj. Agah Garnadi, (Bandung: Pustaka, 1995), 238).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun